Friday, July 24, 2009

Kelainan Seks Bercumbu Dengan Mayat


Pertama, necrophilic homicide, penderitanya harus membunuh terlebih dahulu untuk mendapatkan mayat dan memperoleh kepuasan seksual.

Kedua, regular necrophilia, si penderita hanya menggunakan mayat yang sudah mati untuk memperoleh kesenangan seksual.

Ketiga, necrophilic fantasy, si penderita berfantasi berhubungan seks dengan mayat, tetapi tidak melakukannya.

Berdasarkan riset terhadap 122 kasus yang terjadi, sebagian besar penderitanya masuk dalam golongan kedua. Separuh dari mereka bekerja di kamar mayat atau perusahaan pemakaman

Seorang penggali kubur di Italia mengaku bergairah dan melakukan masturbasi setelah menguburkan mayat gadis muda yang cantik. Agar mencapai klimaks ia harus menyentuh mayat si gadis.

Kegiatan seksual tak lazim itu dilakukan setelah sepi dan tak ada orang di sekitar kuburan. Dalam pengakuannya, ia mengatakan sudah bercumbu dengan ratusan mayat yang dikuburkannya.

Dalam seminggu, ia melakukan aktivitas seks dengan mayat antara 4-5 kali. Ia bahkan pernah mengisap darah dan urin dari mayat anak perempuan yang masih remaja.

Sejarah mencatat hal serupa terjadi di Mesir ribuan tahun lalu. Para suami yang takut mayat istrinya diperlakukan tak senonoh oleh pembalsem, menyimpan mayat istrinya di rumah sampai benar-benar membusuk.

Salah satu yang menjadi legenda hingga kini adalah Raja Herod yang membunuh istrinya, kemudian berhubungan seks dengan mayatnya selama lebih dari 7 tahun.

Jenis kelamin penderita necrophilia, 90 persen laki-laki dan heteroseksual. Hanya sebagian kecil yang melibatkan kaum gay dan wanita.

Salah satunya, kisah seorang wanita yang bertugas membalsem mayat di sebuah perusahaan pemakaman. Selama 4 bulan masa kerjanya ia sudah berhubungan seks dengan banyak mayat lelaki.

Sumber :http://www.kapanlagi.com/clubbing/showthread.php?t=67017

Tuesday, July 21, 2009

Bimbingan Karir

Dasar-dasar Tujuan dan Prinsip-prinsip Bimbingan Karir
I. Dasar-dasar Pelaksanan Bimbingan Karir Disekolah.
Pelaksanaan layanan bimbingan karir disekolah kepada setiap pendidik dituntut untuk memahami dengan mendalam dan seksama mengenai dasar-dasar atau pokok-pokok pikiran yang melandasi pelaksanaan bimbingan karir di sekolah.
Dasar-dasar atau pokok pikiran yang melandasi pelaksanaan bimbingan karir disekolah diantaranya:
a) Perkembangan anak didik menuntut kemampuan melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
b) Sebagian hidup manusia berlangsung dalam dunia kerja
c) Bimbingan karir diperlukan agar menghasilkan tenaga pembangunan yang cakap dan terampil dalam melakukan pekerjaan untuk pembangunan
d) Bimbingan karir diperlukan berdasarkan bahwa setiap pekerjaan atau jabatan menuntut persyaratan tertentu untuk melaksanakannya. Pekerjaan atau jabatan itupun menuntut persyaratan tertentu dari individu-individu yang melaksanakannya.
e) Bimbingan karir dilaksanakan disekolah atas dasar kompleksitas masyarakat dan dunia kerja
f) Manusia mampu berfikir secara rasional
g) Bimbingan karir dilandaskan pada nilai-nilai dan norma-norma yang cakup dalam falsafah pancasila
h) Bimbingan karir menjunjung tinggi nilai-nilai martabat manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

II. Tujuan-tujuan Bimbingan Karir Disekolah
Secara umum tujuan bimbingan karir disekolah ialah membantu siswa dalam pemahaman dirinya dan lingkungannya dalam pengmbilan keputusan, perencanaan dan pengarahan kegiatan-kegiatan yang menuju kepada karir dan cara hidup
Sedangkan tujuan khusus yang menjadi sasaran bimbingan karir disekolah diantaranya:
a) Bimbingan karir dilaksanakan disekolah bertujuan agar siswa dapat meningkatkan pengetahuan tentang dirinya sendiri (self concept)
b) Bimbingan karir dilaksanakan di sekolah bertujuan agar siswa dapat meningkatkan pengetahuannya didunia kerja
c) Bimbingan karir dilaksanakan disekolah bertujuan agar siswa dapat mengembangkan sikap dan nilai diri sendiri dalam menghadapi pilihan lapangan kerja serta dalam persiapan memasukinya.
d) Bimbingan karir dilaksanakan disekolah bertujuan agar siswa dapat meningkatkan keterampilan berfikir agar mampu mengambil tentang jabatan yang sesuai dengan dirinya dan tersedia dalam dunia kerja
e) Bimbingan karir dilaksanakan disekolah bertujuanagar siswa dapat menguasai keterampilan dasar yang penting dalam pekerjaan terutama kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, berprakarsa dan sebagainya.

III. Prinsip-prinsip Bimbingan Karir Disekolah
Secara umum bimbingan karir disekolah diantaranya:
a) Seluruh siswa hendaknya mendapat kesempatan yang sama untuk mengembangkan dirinya dalam pencapaian karirnya secara tepat
b) Setiap siswa hendaknya memahami bahwa karir itu adalah suatu jalan hidup dan pendidikan adalah suatu persiapan hidup.
c) Siswa hendaknya dibantu dalam mengembangkan pemahaman yang cukup memadai terhadap diri sendiri dan kaitannya denga perkembangan sosial, pribadi dan perencanaan pendidikan karir.
d) Siswa perlu diberikan pemahaman tentang dimana dan mengapa mereka berada dalam suatu alur pendidikannya.
e) Pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan karirnya
f) Siswa pada setiap tahap pendidikan hendaknya memiliki penjalanan yang berorientasi pada karir secara berarti dan realistik
g) Setiap siswa hendaknya memilih kesempatan untuk menguji konsep
h) Program bimbingan karir hendaknya memiliki tujuan untuk merangsang perkembangan pendidikan siswa
i) Program bimbingan karir disekolah diintegrasikan secara fungsional dalam program pendidikan dan bimbingan konseling
j) Program bimbingan karir disekolah hendaknya berpusat dikelas.

Tinjauan Sejarah Bimbingan Karir Secara Kronologis
Joy Brewer dalam bukunya yang berjudul “History of Vocational Konvidance (1942). Menyusun sejarah bimbingan karir secara cronologis sebagai berikut:

1836 Edward Hazen dalam bukunya yang berjudul The Panorama of Professions and Trades mengemukakan masalah-masalah yang menyangkut gerakan pengajaran jabatan atau karir di sekolah.

1841 Glaslow dalam bukunya The Book of Trades melaporkan bahwa tiap hari sabtu digunakan oleh selidah untuk mengunjungi pabrik dan took.

1899 John Sidney Stoddard dalam bukunya What Shall I Do? Mengungkapkan serangkaian laporan dari kelas imajiner terhadap lima puluh pekerjaan yang berbeda disimpan dari keuntungan dan kerugiannya.

1908 William A Wheatley menganjurkan untuk mengorganisir kursus yang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan.

1910 Louis P. Nash dalam A Course of Study on Occupations menguraikan laporannya terhadap sekolah yang mendapat perhatian sepenuhnya dalam bimbingan jabatan atau karir.

1913 Komite selidah di Boston mendirikan suatu Departemen Informasi Jabatan kemudian dikirimkan ke sekolah-sekolah.

1915 W. Curson Ryan Jr. Memberikan komentar yang pertama tentang bimbingan karir dalam Vocational and Convidance Bulletin.
1916 Ginn and Company menerbitkan Occupations yang disusun oleh E.B.Gowin dan W.A. Wheatley dan dipergunakan secara luas oleh sekolah-sekolah.

1923 EJ. Wiley. Melaksanakan, memasukkan program studi jabatan dalam bahan kuliah.

1925. Marie. McNamara. Secara intensif memulai usaha bimbingan di rumah untuk para siswa sekolah menengah.

1930. Sekolah-sekolah di Chicago memperkenalkan kursus-kursus pilihan yang dikerjakan sendiri.

1949 kantor pendidikan Amerika melaporkan bahwa 158.098 orang siswa mengikuti kursus dalam jabatan atau karir.

1952 Sekolah-sekolah umum di Worcester, Mass. Memperkenalkan kursus mengenai pemahaman diri sendiri dan karir pada sekolah menengah dan yang sederajat.

1953. ER. Cvony. Dalam tesisnya An Evaluation of Teaching Job Finding and Job Orientien melaporkan bahwa alumnus SMA yang telah mendapat kursus dalam orientasi pekerjaan dan orientasi pendapatan menunjukkan rasa lebih puas dan mendapat lebih banyak penghasilan.

1955 N. Lowenstein. Dalam tesisnya The Offect Of an Occupation in School on Adjustment to College During the Fresh man Years melarorkan bahwa murid-murid yang telah menamatkan pendidikannya di SMA dan mengikuti kursus lebih baik dari pada yang tidak.

1957.ER. Cuony dan R. Hoppock dalam artikel mereka job Course Pays off Again, melaporkan bahwa dalam jangka waktu lima tahun berselan tindak lanjut penelitian. Orientasi pekerjaan dan pendapatan menunjukkan perkembangan bagi siswa yang mengikuti kursus.

1959 Academi OF Teachers Occupation mengadakan konvensi tahunan di Philadelphia.

1963. The State of Worth Curolina, mengembangkan pengenalandari pekerjaan, jabatan ataau karir berupa kursus pilihan untuk murid-murid kelas tiga SMA.

Dinamika Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan Karir.
Beberapa Faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan karir diantaranya :
I. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Diri Individu
Factor-faktor ini meliputi :
a).kemampuan intelegensi
Pada hakikatnya tes intelegensi memiliki kecendrungan untuk mengukur kemampuan pembawaan yang ada pada diri individu. Perbedaan intelegensi itu bukanlah terletak pada kualitasnya tetapi pada taraf intelegensi itu sendiri.
b). Bakat
Bakat merupakan suatu kondisi, suatu kualitas yang dimiliki individu untuk berkembang di masa yang akan mendatang.
c). Minat
Minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari kombinasi, perpaduan dan campuran dari perasaan, harapan, prasangka, cemas, takut dan kecendrungan lain yang bisa mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.
d). Sikap
Sikap adalah suatu kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertent, yang cendrung stabil dimiliki oleh individu dalam mereaksi terhadap dirinya sendiri.
e). Kepribadian
kepribadian diartikan sebagai suatu organisasi yang dinamis di dalam individu dari system-sistem psikofisik yang menentukan penyesuaian-penyesuaian yang unik terhadap lingkungannya.

f). Nilai
nilai adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Dimana nilai bagi manusia dipergunakan sebagai patokan dalam melakukan tindakan.
g). Hobi atau kegemaran
Hobi adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan individu karena kegiatan tersebut merupakan kegemarannya atau kesenangannya.kegemaran seserang dalam bidang karang-mengarang, tulis-menulis artikel,memiliki kecendrungan untuk menentukan arah pilihan jabatan yang sesuai dengan hobinya.
h).prestasi
Penguasaan terhadap materi pelajaran dalam pendidikan yang sedang ditekuninya oleh individu berpengaruh terhadap arah pilih jabatan dikemudian hari.
i).Keterampilan
Keterampilan yang dapat pula diartikan sebagai cakap atau cekatan dalam mengerjakan sesuatu atau dapat diartikan sebagai penguasaan individu terhadap suatu perbuatan.
j).Penggunaan waktu senggang.
Kegitan-kegiatan yang dilakukan oleh diluar jam pelajaran disekolah digunakan untuk menunjang hobinya atau rekreasi.
k). Aspirasi dan Pengetahuan Sekolah atau Pendidikan sambungan
Aspirasi dengan pendidikan sambungan yang diinginkan yang berkaitan dengan perwujudan dari cita-citanya.
l). Pengalaman kerja
Pengalaman kerja yang pernah dialami siswa pada waktu duduk di sekolah atau di luar sekolah.
m). Pengetahuan tentang dunia kerja
Pengetahuan yang sementara ini dimiliki anak, termasuk dunia kerja, persyaratan, kualifikasi, jabatan, structural, promosi jabatan, gaji yang diterima hak dan kewajiban tempat pekerjaan itu berada dan lain2.
n). Kemampuan dan keterbatasan fisik dan penampilan lahiriah
Kemampuan fisik dapat berupa tinggi badan, berat badan, gaya bicara, dsb.
o). Masalah dan keterbatasan Pribadi
Masalah atau problema dari aspek diri sendiri ialah selalu ada kecenderungan yang bertentangan apabila menghadapi masalah tertentu.

II. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh terhadap pola atau pilih jabatan
Disamping faktor yang ada dalam diri individu kelompok juga memililki kecendrungan yang berpengaruh terhadap pola pilihan jabatan. Kelompok tersebut terbagi:
a. Kelompok Primer
Kelompok primer yaitu kelompok yang erat hubungannya dengan individu. Kelompok ini diwarnai oleh bentuk-bentuk hubungan yang bersifat pribadi dan akrab dan terjadi secara terus menerus; keluarga merupakan bentuk kelompok primer yang memiliki kemantapan dan kompak.
Murray, memandang keluarga itu sebagai suatu lembaga sosial, ia membagi fungsi keluarga itu atas dua dasar pokok, yang masing-masing disebut, basic and secondary yaitu:
• Fungsi dari keluarga itu tidaklah hanya mkerupakan sesatuan biologis, tetapi juga merupakan bagian dari hidup bermasyarakat (social cell).
• Bahwa keluarga itu mempunyai kewajiban untuk meletakkan dasar-dasar pendidikan.
Faktor-faktor sosial yang berhubungan dengan kelompok primer yang berpengaruh terhadap arah pilih jabatan, diantaranya;
• Jenis pekerjaan dan penghasilan orang tua
• Pendidikan tertinggi orang tua
• Tempat tinggal orang tua
• Status sosial ekonomi orang tua
• Sukku bangsa, agama, dan kepercayaan yang dianut orang tua
• Keadaan lingkungan sekitar tempat tinggal orang tua
• Harapan orang tua terhadap pendidikan anak
• Sikap dan tanggapan orang tua terhadap teman-teman anaknya
• Pekerjaan yang didambakan dan dicita-citakan orang tua terhadap anaknya
• Kedudukan dan peranan anak dalam keluarga
• Hubungan dan sikap saudaranya terhdap anak
• Nilai-nilai dan norma-norma yang dimiliki dan dianut orang tua.

b. Kelompok Sekunder
Kelompok sekunder yaitu kelompok yang tidak erat hubungannya dengan individu tyetapi mempunyai tujuan yang sama. Kelompok ini didasarkan atas kepentingan-kepentingan tertentu yang mewarnai aktivitas, gerak-gerik kelompok itu.
Keberadaan dan aktifitas kelompok sekunder ini tidak tergantung pada hubungan pribadi secara akrab, meskipun hubungan anggota tetap ada. Kelompok sekunder yang berpengaruh terhadap arah pilih jabatan anak diantaranya:
• Keadaan teman-teman sebaya
• Sifat dan sikap teman-teman sebaya
• Tujuan dan nilai-nilai dari kelompok teman sebaya

Beberapa Teori Pilihan Jabatan Atau Karir
I. Teori Pilihan Jabatan Atau Karir Menurut Anne Roe
Anne Roe. Guru besar pada universitas of Arizona, Amerika. Mengemukakan bahwa:
“Pola pengembangan arah pilih jabatan terutama sangat di tentukan oleh kesan pertama. Yaitu pada masa bayi dan masa awal kanak-kanak, berupa kesan atas perasaan puas dan tidak puas, selanjutnya akan terus berkembang menjadi suatu kekuatan yang berupa energi psikis.”

Sebagaimana tertulis dalam bukunya Theories of Vocational Choice (1956) Anne Roe mengemikakan pandangannya, sebagai berikut:


Hipotesa tentang hubungan antara pengalaman yang lalu dengan pilihan jabatan.
• Dasar hereditas kurang begitu penting
• Kemampuan khusus ditentukan oleh pengamatan individu itu sendiri
• Pilihan pekerjaan seseorang ditentukan pada kesan pertama atas perasaan puas atau tidak

II. Teori Perkembangan Jabatan Menurut Donald E.Super
Donald E.Super merencanakan suatu pendangan tentang perkembangan karir yang berlingkup luas. Karena perkembangan jabatan itu dipandang sebagai suatu proses yang mencakup banyak faktor. Faktor-faktor itu sebagian terdapat pada individu sendiri dan sebagian terdapat dalam lingkungan hidupnya, yang semuanya berorientasi satu sama lain dan bersama membentuk proses perkembangan karir seseorang
Menurut Donald E.Super, proses perkembangan karir dibagi atas lima tahap, yaitu:
a) Fase Perkembangan (Growth)
Yaitu suatu fase perkembangan dari saat lahir sampai umur lebih kurang 15 tahun. Dimana anak mengembangkan berbagai potensi, sikap, minat, dan kebutuhan
b) Fase Eksplorasi (Exploration)
Yaitu fase perkembangan dari umur 15 tahun sampai 24 tahun dimana seseorang memikirkan berbagai alternatif jabatan
c) Fase Pemantapan (Establishment)
Yaitu fase perkembangan dari umur 25 sampai 44 tahun yang bercirikan usaha pemantapan diri melalui pengalaman-pengalaman selama menjalani karir tertentu
d) Fase Pembinaan (Maintenance)
Yaitu fase perkembangan dari usia 45 sampai 64 tahun dimana orang yang sudah dewasa menyesuaikan diri dalam penghayatan jabatannya

e) Fase Kemunduran (Decline)
Yaitu fase dimana seseorang memasuki masa pensiun dan harus menemukan pola hidup baru sesudah melepas jabatannya.

Kelima tahap/fase ini dipandang sebagai awan bagi munculnya sikap-sikap dan perilaku yang menyangkut keterlibatan dalam suatu jabatan yang tampak dalam tugas-tugas perkembangan karir (vocational development tasks)

III. Teori Pemilihan Jabatan Menurut Hoppock
Agar seseorang mempunyai pillihan yang tepat terhadap suatu jabatan, Hoppock mengemukakan teori pemilihan jabatan antara lain:
a) Pekerjaan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan atau memenuhi kebutuhan, termasuk fisik dan psikologis
b) Pekerjaan jabatan atau karir yang dipilih adalah jabatan yang diyakini bahwa jabatan itu paling baik untuk memenuhi kebutuhannya
c) Pekerjaan jabatan atau karir tertentu dipilih seseorang apabila untuk pertama kali dia menyadari bahwa jabatan itu dapat membantunya dalam memenuhi kebutuhannya
d) Kebutuhan yang timbul mungkin bisa diterima secara intelektual yang diarahkan pada tujuan tertentu
e) Pemilihan pekerjaan, jabatan, atau karir akan menjadi lebih baik apabila seseorang lebih mampu memperkirakan bagaimana sebaiknya jabatan yang akan datang itu akan memenuhi kebutuhannya.
f) Informasi mengenai diri sendiri mempengaruhi pilihan pekerjaan, jabatan dan karir, karena dengan demikian seseorang akan mengetahui apa yang ia inginkan dan ia mengetahui pekerjaan yang tepat bagi potensi dirinya
g) Informasi mengenai jabatan akan membantu dalam pemilihan jabatan, karena informasi tersebut membantunya dalam menemukan apakah pekerjaan-pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhannya. Dan membantunya dalam mengantisipasi seberapa jauh kepuasan yang dapat diharapkan dalam suatu pekerjaan bila diperbandingkan.kepuasan dalam pekerjaan tergantung pada tercapai atau tidaknya pemenuhan kebutuhan seseorang. Jadi, tingkat kepuasan ditentukan oleh perbandingan antara apa yang diperoleh dan apa yang diinginkan.
h) Kepuasan kerja dapat diperoleh dari suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhan sekarang atau dari suatu pekerjaan yang menyajikan terpenuhinya kebutuhan dimasa mendatang
i) Pilihan pekerjaan selalu dapat berubah

IV. Teori Pilihan Jabatan Menurut John L.Holland
Menurut Holland. Pilihan jabatan mencakup tiga ide dasar, yang masing-masing dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Orang-orang dapat digolongkan menurut patokan sampai berapa jauh mereka mendekati salah satu diantara enam tipe kepribadian, yakni:
• Tipe realistik (The Realistic Type)
• Tipe peneliti dan pengusut (The Investigative Type)
• Tipe seniman (The Artistic Type)
• Tipe sosial (The Social Type)
• Tipe pengusaha (The Enterprising Type)
• Tipe orang rutin (Conventional Type)
Makin mirip seseorang denga salah satui diantara enam tipe itu, semakin nampaklah padanya cirri-ciri dan corak perilaku yang khas untuk tipe yang bersangkutan.
b) Lingkungan, lingkungan yang didalamnya orang hidup dan bekerja, dapat digolongkan menurut patokan sampai berapa jauh lingkungan-lingkungan itu mendekati salah satu model lingkungan.
c) Perpaduan antara tipe kepribadian tertentu dan model lingkungan yang sesuai menghasilkan keselarasan dan kecocokan okupasional (occupational homogeneity). Sehingga orang dapat mengembangkan diri dalam lingkungan jabatan tertentu dan merasa puas.


V. Teori Pilihan Jabatan Menurut Peter M.Blau dan Kawan-kawan
Teori Blau dkk, lebih berorientasi pada metode behavioral. Berpendapat bahwa arah pilih pekerjaan adalah ciri-ciri psikis dari individu, proses motivasi dan strata status sosial dari orang tua individu dengan perincian sebagai berikut:
a) Skema konseptual (Conceptual Schema)
Pilihan pekerjaan merupakan suatu proses yang berlangsung lama dan dipengaruhi oleh barbagai faktor penghambat dan penunjang yang lebur dalam proses tersebut
b) Proses pilihan dan seleksi pekerjaan
Pilihan seseorang terhadap suatu pekerjaan didorong oleh adanya faktor kecenderungan untuk mendapatkan sanjaran dan faktor pengharapan terhadap terjadinya perubahan
c) Faktor-faktor yang menentukan dalam memasuki pekerjaan (Determinant of Occupational Entry).
Macam-macam faktor yang menentukan dalam memesuki pekerjaan diantaranya:
• Tuntutan anggota baru untuk dapat lebih maju mandapat hari libur atau cuti
• Faktor kebutuhan fungsional
• Faktor kebutuhan non fungsional
• Ganjaran (reward)
• Faktror informasi pekerjaa yang lengkap
• Keterampilan teknik pekerjaan
• Karakteristik sosial pekerja
• Faktor orientasi nilai masyarakat

VI. Teori Perkembangan Jabatan Menurut David V.Tiedeman
David mengemukakan bahwa: keputusan untuk memilih pekerjaan, jabatan atau karir tertentu merupakan suatu rentetan akibat dari keputusan-keputusan yang diambil individu pada tahap-tahap kehidupannya dimasa lampau


a) Perkembangan dan keputusan pekerjaan
Pengambilan keputusan sangat erat hubungannya dengan periode antipasti dari periode implementasi yang yang menjadi inti dari perkembangan pekerjaan.
Pengambilan keputusan menurut David terbagi atas:
• Periode Antisipasi
Tingkah laku antisipasi itu sendiri bermanfaat danalisis tahap-tahap dalam periode ini. Termasuk yang relevan dalam periode ini yakni:
- Tahap Eksplorasi
- Tahap Kristalisasi
- Tahap Pemilihan
- Tahap Spesifikasi dan Klarifikasi
• Periode Implementasi
Implementasi dan penyesuaian digollongkan menjadi tiga tahap:
- Tahap Induksi
- Tahap Transisi
- Tahap Mempertahankan (maintenance)
b) Ketergantungan antara keputusan yang satu dengan yang lain dan perkembangan pekerjaan (Dependent Decesions and Vocarional)

Perkembangan kerja diidentikkan dengan perkembangan diri (self-development) dengan tujuan yang ingin dicapai ialah untuk mengadakan pilihan memasuki pekerjaan dan kemajuan dalam pendidikan dan pekerjaan yang ditempuh.
Antisipasi pada suatu saat tertentu memandang kepada satu atau lebih keputusan yang berpengaruh pada pola tindakan seseorang, menyangkut:
• Suatu keputusan tertentu yang sedang difikirkan
• Keputusan-keputusan terdahulu yang belum lengkap
• Keputusan-keputusan kemudian yang belum dilaksanakan




Pendidikan Karir
I. Pengertian Pendidikan Karir
Beberapa pengertian pendidikan karir, menurut para pakar:
a. American Institute for Research dalam bukunya: Career Education (1973) mengemukakan:
“Pendidikan karir merupakan perkembangan kecakapan dan pengetahuan yang secara langsung menembus individu siswa agar dapat memenuhi sendiri kebutuhan-kebutuhannya.”

b. Lois – Ellen Datta dan Corinne H.Rieder dalam bukunya Career Education In The National Institute Of Education: A Status Report (1973) mengemukakan:
“Pendidikan karir dapat diartikan sebagai suatu perkembangan dari pengetahuan kemampuan umum dan khusus untuk membantu individu dan kelompok.”

c. Kenneth. B.Hoyt dan Daryl Laramore dalam artikelnya The Counselor’s Role In Career Education (1974) mengemukakan:
“Pendidikan karir adalah totalitas dari usaha, jalan atau cara yang ditempuh dalam proses belajar dan berkaitan dengan pekerjaan.”

d. Edwin L.Herr. mengungkapkan:
“Pendidikan karir merupakan suatu proses perkembangan fasilitas karir untuk semua siswa yang bersumber dari modifikasi pengalaman-pengalaman baik disektor industri, bisnis, maupun rumah tangga.”

e. James C.Hansen, Richard R.Stevie dan Richard W.Warner dalam bukunya: Counseling: Theory and Process (1977). Mengemukakan:
“Pendidikan karir adalah suatu proses atau perkembangan yang bersifat seumur hidup yang bertujuan membantu individu memiliki kecakapan atau mempunyai pemahaman yang jelas tentang alternatif kerja.”

II. Model-model Pendidikan Karir
a) School – Base Comprehensive Career Education
Sebagian besar model ini menekankan pada pengembangan dan memperluas lapangan pendidikan karir. Yang dipelopori oleh Edwin L dengan unsur-unsurnya:


• Kesadaran karir (Career Awareness)
Merupakan bentuk pemahaman akan dunia kerja secara menyeluruh.
• Kesadaran diri (Self - Awareness)
Yaitu berbentuk kesadaran yang dimiliki siswa terhadap dirinya
• Apresiasi dan sikap (Apprecitions Attitudes)
Berupa suatu sistem nilai terhadap karir dan bagaimana peranannya
• Kemampuan pembuatan keputusan (Decision Making Skill)
Yaitu bentuk pemahaman siswa terhadap tahapan pembuatan keputusan
• Kesadaran ekonomis (Economic Awareness)
Yakni kesadaran yang dimiliki siswa terhadap relasi antara faktor ekonomi, pola hidup dan pekerjaan
• Kesadaran kecakapan bekerja dan kompetensi awal (Skill Awareness and Biginning Competence).
Berupa dasar-dasar keterampilan kognitif yang dituntut untuk mengidentifikasi tujuan dari suatu tugas
• Keterampilan kecakapan bekerja (Employability Skill)
Yaitu berbagai bentuk keterampilan yang dituntut guna dapat secara langsung melakukan berbagai tugas secara tepat
• Kesadaran pendidikan (Educational Awareness)
Yaitu suatu bentuk pengenalan dari siswa tentang makna perkembangan keterampilan dasar dan penguasaan pengetahuan

b) Employer Base Career Educational Model
Model pendidikan karir ini basisnya adalah pekerja bermanfaat untuk merencanakan alternatif-alternatif yang lebih komprehensif pada pendidikan umum, yang dipelopori oleh Herr dengan tujuan sebagai berikut:
• Mengulangi dan memperkuat kompetensi pendidikan siswa serta minatnya
• Menyediakan kesempatan kepada siswa dalam berbagai macam kegiatan
• Mengembangkan kekuatan konsep diri (self-concept)
• Menyediakan bermacam-macam informasi yang tepat kepada siswa

c) Homem - Base Career Education Medel
Model ini basisnya adalah keluarga menitikberatkan kepada pemberian penerangan untuk individu.
d) Rural Residential – Based Career Education Model
Model pendidikan karir ini meletakkan basisnya pada pendidikan pedesaan dengan menitikberatkan pada pekerja dibawah umur dan berbagai macam masalah keluarga pedesaan.

III. Tujuan Pendidikan
Institusi program pendidikan karir di sekolah-sekolah pada umumnya bertujuan:
a) Membantu para siswa untuk mengeksplorasi terhadap sekelompok pekerjaan
b) Menyiapkan berbagai informasi tentang karir
c) Menyiapkan dan melengkapi siswa dengan kemampuan umum dan khusus
d) Menyiapkan berbagai bentuk konselor kepada para siswa

IV. Pendidikan Karir dan Konselor
Dalam pelaksanaan pendidikan karir, konselor professional sebagai bagian dari staf yang menangani program pelaksanaan pendidikan karir memiliki perasaaan yang penting dan ikut menentukan keberhasilan pelaksanaan program layanan pendidikan karir.
American Personel and Guidance Association mengemukakan enam statement tentang fungsi konselor dalam pendidikan karir, yakni:
a) Melengkapi kepemimpinan dalam identifikai dan implementasi program
b) Melengkapi kepemimpinan dalam asimilasi dan aplikasi dari metode
c) Melengkapi kepemimpinan dalam identifikasi, klasifikasi dan manfaat diri
d) Melengkapi kepemimpinan dalam menhapus perbedaan ras, suku dan sebagainya
e) Melengkapi kepemimpinan dalam memperluas serta menetapkan bermacam-macam alat perlengkapan yang cocok
f) Melengkapi kepemimpinan dalam mengutamakan pentingnya menempatkan fungsi konseling karir dalam program pendidikan karir.


B. Saran


Buku yang digunakan oleh penulis ini pada dasarnya sudah cukup memadai. akan tetapi, menurut hemat penulis buku ini agak terlalu bertele-tele dalam menjelaskan sesuatu masalah. sehingga hal ini dapat menimbulkan suatu kejenuhan terhadap pembaca dalam mempelajarinya.





DAFTAR PUSTAKA


Karso,1984.Pengantar Kurikulum SMA 1989, Pengelolaan Dan Orientasi,Bandung,Setia Budi.

Mapiare,Andi.1984,Pengantar Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah,Surabaya,Usaha Nasional.

Thayeb Munrihu,Prof.Muhammad.Pengantar bimbingan dan konseling karir,Jakarta.Bumi Aksara

Sukardi,Drs.Dewa Ketut.1989,Bimbingan Dan Konseling Karir di sekolah-sekolah,jakarta,Ghalia indonesia.
W. S, Winkel. (1991). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
Bahrul Falah. 1987. Konstribusi Orientasi Nilai Pekerjaan dan Informasi Karier terhadap Kematangan Karier (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.
Hattari. 1983. Ke Arah Pengertian Bimbingan Karier dengan Pendekatan Developmental. Jakarta : BP3K.
Muslihudin, dkk. 2004. Bimbingan dan Konseling (Makalah). Bandung : LPMP Jawa Barat.

Prayitno Erman Amti. 1997. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.
.
Gani, R. A. (1987). Bimbingan karir. Jakarta: Angkasa.


Thursday, July 02, 2009

LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING


BAB I
PENDAHULUAN

Agar dapat berdiri tegak sebagai sebuah layanan profesional yang dapat diandalkan dan memberikan manfaat bagi kehidupan, maka layanan bimbingan dan konseling perlu dibangun di atas landasan yang kokoh, dengan mencakup:
1. landasan filosofis
2. landasan psikologis
3. landasan sosial-budaya
4. landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, selain berpijak pada keempat landasan tersebut juga perlu berlandaskan pada aspek pedagogis, religius dan yuridis-formal. Untuk terhidar dari berbagai penyimpangan dalam praktek layanan bimbingan dan konseling, setiap konselor mutlak perlu memahami dan menguasai landasan-landasan tersebut sebagai pijakan dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya.
Kata kunci : bimbingan dan konseling, landasan filosofis, landasan psikologis; landasan sosial-budaya, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan di Indonesia. Sebagai sebuah layanan profesional, kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Dengan adanya pijakan yang jelas dan kokoh diharapkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling, baik dalam tataran teoritik maupun praktek, dapat semakin lebih mantap dan bisa dipertanggungjawabkan serta mampu memberikan manfaat besar bagi kehidupan, khususnya bagi para penerima jasa layanan (klien).
Agar aktivitas dalam layanan bimbingan dan konseling tidak terjebak dalam berbagai bentuk penyimpangan yang dapat merugikan semua pihak, khususnya pihak para penerima jasa layanan (klien) maka pemahaman dan penguasaan tentang landasan bimbingan dan konseling khususnya oleh para konselor tampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi dan menjadi mutlak adanya.
Berbagai kesalahkaprahan dan kasus malpraktek yang terjadi dalam layanan bimbingan dan konseling selama ini,– seperti adanya anggapan bimbingan dan konseling sebagai “polisi sekolah”, atau berbagai persepsi lainnya yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling,- sangat mungkin memiliki keterkaitan erat dengan tingkat pemahaman dan penguasaan konselor.tentang landasan bimbingan dan konseling. Dengan kata lain, penyelenggaraan bimbingan dan konseling dilakukan secara asal-asalan, tidak dibangun di atas landasan yang seharusnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memberikan pemahaman tentang landasan bimbingan dan konseling, khususnya bagi para konselor, melalui tulisan ini akan dipaparkan tentang beberapa landasan yang menjadi pijakan dalam setiap gerak langkah bimbingan dan konseling.

























BAB II
LANDASAN BIMBINGAN DAN KONSELING


Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien).
Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan bimbingan dan konseling, yaitu landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosial-budaya, dan landasan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan teknologi. Selanjutnya, di bawah ini akan dideskripsikan dari masing-masing landasan bimbingan dan konseling tersebut :

a) Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ?
Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern.
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
o Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
o Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
o Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
o Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
o Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
o Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
o Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
o Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
o Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.

b) Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang :
o Motif dan motivasi
o Pembawaan dan lingkungan
o Perkembangan individu
o Belajar
o Kepribadian.

1) Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

2) Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.

3) Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya :
• Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu
• Teori dari Freud tentang dorongan seksual
• Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial
• Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif
• teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral
• teori dari Zunker tentang perkembangan karier
• Teori dari Buhler tentang perkembangan social
• Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.

4) Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah :
• Teori Belajar Behaviorisme
• Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi
• (Teori Belajar Gestalt..

5) Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya :
 Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud
 Teori Analitik dari Carl Gustav Jung,
 Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan
 Teori Personologi dari Murray
 Teori Medan dari Kurt Lewin
 Teori Psikologi Individual dari Allport
 Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson
 Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya.

Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
• Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
• Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
• Sikap yaitu sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
• Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan, Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
• Responsibilitas (tanggung jawab) yaitu kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan, Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
• Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal, Seperti sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
c) Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.
Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.
Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar budaya, yaitu :

• perbedaan bahasa
• komunikasi non-verbal
• stereotype
• kecenderungan menilai
• kecemasan
Kurangnya penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat.
Penilaian terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

d) Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya.
Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling.
Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian.
Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal. Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
(a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan
(b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling
(c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.

Landasan religius dalam layanan bimbingan dan konseling ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu :
(a) manusia sebagai makhluk Tuhan
(b) sikap yang mendorong perkembangan dari perikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama
(c) upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.

Ditegaskan pula oleh Moh. Surya (2006) bahwa salah satu tren bimbingan dan konseling saat ini adalah bimbingan dan konseling spiritual. Berangkat dari kehidupan modern dengan kehebatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan ekonomi yang dialami bangsa-bangsa Barat yang ternyata telah menimbulkan berbagai suasana kehidupan yang tidak memberikan kebahagiaan batiniah dan berkembangnya rasa kehampaan. Dewasa ini sedang berkembang kecenderungan untuk menata kehidupan yang berlandaskan nilai-nilai spiritual. Kondisi ini telah mendorong kecenderungan berkembangnya bimbingan dan konseling yang berlandaskan spiritual atau religi.
Landasan yuridis-formal berkenaan dengan berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling, yang bersumber dari Undang-Undang Dasar, Undang – Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri serta berbagai aturan dan pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Indonesia.


















BAB III
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus dibangun di atas landasan yang kokoh.
Landasan bimbingan dan konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya layanan bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.
Landasan bimbingan dan konseling meliputi :
 landasan filosofis
 landasan psikologis
 landasan sosial-budaya
 landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan filosofis terutama berkenaan dengan upaya memahami hakikat manusia, dikaitkan dengan proses layanan bimbingan dan konseling.
Landasan psikologis berhubungan dengan pemahaman tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling, meliputi :
 motif dan motivasi
 pembawaan dan lingkungan
 perkembangan individu
 belajar
 kepribadian.
Landasan sosial budaya berkenaan dengan aspek sosial-budaya sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu, yang perlu dipertimbangakan dalam layanan bimbingan dan konseling, termasuk di dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman budaya.
Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling sebagai kegiatan ilimiah, yang harus senantiasa mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
Layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, di samping berlandaskan pada keempat aspek tersebut di atas, kiranya perlu memperhatikan pula landasan pedagodis, landasan religius dan landasan yuridis-formal.

Sumber :
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Calvin S. Hall & Gardner Lidzey (editor A. Supratiknya). 2005. Teori-Teori Psiko Dinamik (Klinis) : Jakarta : Kanisius
Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti
Gendler, Margaret E..1992. Learning & Instruction; Theory Into Practice. New York : McMillan Publishing.
Gerlald Corey. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Terj. E. Koswara), Bandung : Refika
Gerungan 1964. Psikologi Sosial. Bandung : PT ErescoH.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT Golden Terayon Press.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Developmental Phsychology. New Yuork : McGraw-Hill Book Company
Moh. Surya. 1997. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung PPB – IKIP Bandung
.———-2006. Profesionalisme Konselor dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (makalah). Majalengka : Sanggar BK SMP, SMA dan SMK
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas
.———-, dkk. 2004. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Rineka Cipta
.——–2003. Wawasan dan Landasan BK (Buku II). Depdiknas : Jakarta
Sarlito Wirawan.2005. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Raja Grafindo
Sofyan S. Willis. 2004.Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Sumadi Suryabrata. 1984. Psikologi Kepribadian. Jakarta : Rajawali.
Syamsu Yusuf LN. 2003. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

Wednesday, July 01, 2009

PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

C. ORGANISASI PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

Terhadap bagan tersebut dapat dicatat sebagai berikut:
1) Bagan ini berupa Struktur jabatan sebagaimana dibahas pada halaman bersangkutan di atas.
2) Tampak tugas rangkap wali kelas / guru pembina sebagai petugas administrasi sekolah / tata usaha (garis koordinasi dengan tata usaha) dan sebagai pembantu kegiatan bimbingan di kelas tertentu (garis konsultasi dengan guru pembimbing / koordinator BK)
3) Antara guru mata pelajaran dengan guru pembimbing terdapat juga hubungan yang setaraf (garis konsultasi), sehingga timbul kesan terdapat tiga macam guru, yaitu guru bidang studi, guru pembimbing dan guru pembina yang setaraf/setingkat.
4) Kenyataan ini mengandung sumber kerawanan, karena ketiga macam guru ini tidak begitu dapat disejajarkan. Dalam bagian keterangan (halaman 9-10) dijelaskan bahwa guru pembimbing/koordinator BK adalah pelaksanan utama yang mengkoordinir semua kegiatan yang terkait dalam pelaksanaan program bimbingan Konseling di sekolah. Oleh karena itu hubungan antara ketiga macam guru itu bukan sejajar (garis konsultasi), melainkan koordinatif dalam arti guru mata pelajaran dan wali kelas/guru pembina berada di bawah koordinator BK sejauh menyangkut kegiatan bimbingan.
5) Oleh karena itu bagan di buku petunjuk pelaksanaan perlu dilengkapi dengan Struktur jabatan yang kedua, yang menampakkan hubungan antara koordinator BK dengan anggota staf bimbingan (konselor yang lain, guru pembina, guru bidang studi)
6) kepala sekolah dinyatakan sebagai penanggung jawab pelaksanaan teknis bimbingan konseing di sekolahnya. Pernyataan ini mengandung pula kerawanan karena segi pelaksaanaan teknis justru diserahkan kepada seorang koordinator BK karena kepala sekolah bukan ahli di bidang pelayanan bimbingan Konseling, meskipun ia tetap penanggung jawab utama terhadap pihak atasan.

D. Prinsip dasar pengembangan struktur BK
1. Ramping
Rentang kendali organisasi setiap unit kerja tidak akan lebih dari 5 unit kerja dibawahnya.
2. Korporatif akademik
Hubungan antara unit kerja dikembangkan dengan mengacu iklim korporat.
3. Wewenang, tanggung jawab, dan pembagian tugas yang jelas.
Tergambar hubungan atasan dan bawahan yang jelas serta koordinasi dengan kegiatan lain yang terkait.
4. Akuntabel dan transparan
Setiap unit kerja akan menghasilkan output yang akuntabel dan transparan yang dapat diukur keberhasilannya.
5. Memberi nilai tambah
Setiap unit kerja akan memberikan nilai tambah dalam hal meningkatkan efisiensi sekolah, produktif dan berkontribusi secara fungsional serta kaya fungsi.
6. Prospektif dan adaptif terhadap perubahan struktur organisasi yang dikembangkan diharapkan dapat menjawab tentang sekolah dimasa depan dan dapat beradaptasi terhadap perkembangan yang terjadi.

E. Rincian tugas
1. Kepala Sekolah
Sebagai penanggung jawab kegiatan pendidikan secara menyeluruh di sekolah yang bersangkutan. Tugas kepala sekolah adalah :
a. Mengkoordinasikan segenap kegiatan yang diprogramkan di sekolah, sehingga kegiatan pengajaran, pelatihan dan bimbingan Konseling merupakan kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis.
b. Menyediakan sarana dan prasarana, tenaga / SDM dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya layanan bimbingan Konseling yang efektif dan efisien.
c. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program BK, penilaian dan upaya tindak lanjut layanan bimbingan Konseling,
d. Mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam rangka kerja sama pelaksanaan pelayanan bimbingan Konseling.

2. Staf Pimpinan / WAkil Kepala Sekolah
Staf pimpinan / wakil kepala sekolah membantu kepala sekolah dalam melaksanakan tugas-tugas kepala sekolah terutama pelaksanaan Bimbingan Konseling.

3. Koordinator Bimbingan Konseling
Koordinator Bimbingan Konseling bertugas mengkoordinasikan guru Bimbingan konseling dalam :
a. Memasyarakatkan pelayanan bimbingan Konseling kepada segenap warga sekolah, orang tua siswa dan maryarakat.
b. Menyusun program Bimbingan Konseling
c. Melaksanakan prognram Bimbingan Konseling
d. Mengadministrasikan pelayanan Bimbingan Konseling
e. Menilai program dan pelaksanaan Bimbingan Konseling
f. Memberikan tindak lanjut terhadap hasil penilaian Bimbingan Konseling.

4. Guru Bimbingan Konseling / Konselor
Sebagai pelaksana utama, tenaga inti dan ahli guru Bimbingan Konseling / konselor bertugas :
a. Memasyarakatkan pelayanan Bimbingan Konseling
b. Merencanakan program Bimbingan Konseling
c. Melaksanakan segenap layanan Bimbingan Konseling
d. Melaksanakan kegiatan pendukung Bimbingan Konseling
e. Menilai proses dan hasil pelayanan Bimbingan Konseling dan kegiatan pendukungnya
f. Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan penilaian
g. Mengadministrasikan layanan dan kegitan bimbingan konseling yang dilaksanakan
h. Mempertanggungjawabkan tugas dan kegiatannya dalam pelayanan bimbingan konseling pada koordinator.

5. Guru Mata Pelajaran
Sebagai tenaga ahli pengajaran dalam mata pelajaran tertentu dan sebagai personil yang sehari-hari langsung berhubungan dengan siswa, peranan guru mata pelajaran dalam pelayanan bimbingan konseling adalah :
a. Membantu memasyarakatkan pelayanan Bimbingan Konseling kepada siswa.
b. Membantu guru Bimbingan Konseling / konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling.
c. Mengalih tangankan (liferal) siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling kepada konselor.
d. Menerima siswa alih tangan dari guru Bimbingan Konseling, yaitu siswa yang menurut guru Bimbingan Konseling memerlukan pelayanan pengajaran khusus (seperti pengajaran perbaikan, program pengajaran)
e. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan Bimbingan Konseling.
f. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan Bimbingan Konseling.
g. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa seperti konferensi kasus.
h. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan Bimbingan Konseling dan upaya tindak lanjutnya.

6. Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu, dalam pelayanan bimbingan dan konseling wali kelas berperan
a. Membantu mengelola kelas tertentu, dalam pelayanan Bimbingan Konseling, wali kelas berperan dengan cara :
1. Mengumpulkan data tentang siswa.
2. Menyelenggarakan penyuluhan
3. Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa.
4. Pengaturan dan penempatan siswa.
5. mengidentifikasi siswa sehari-hari.
6. Kunjungan rumah/konsultasi dengan orang tua/wali.
b. Membantu guru mata pelajaran melaksanakan perannya dalam pelayanan Bimbingan Konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
c. Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya untuk mengikuti layanan bimbingan dan konseling.

F. Koordinator Bimbingan Konseling
Sebagai penanggung jawab utama untuk pelayanan bimbingan Konseling, koordinator memegang administrasi Bimbingan Konseling, yaitu mengatur kerja sama di antara tenaga Bimbingan Konseling dan mengarahkan semua kegiatan Bimbingan Konseling yang mereka lakukan. Jabatan pimpinan ini membawa tugas mengadministrasikan orang dan kegiatan, termasuk di dalamnya segi tata usaha.
Untuk itu koordinator perlu mengindahkan beberapa patokan dalam menciptakan dan membina variasi saluran komunikasi seperti:
1) Komunikasi adalah proses timbal balik (feedback) terhadap apa yang disampaikan oleh orang yang satu kepada yang lain
2) Komunikasi secara lisan lebih efektif dan memuaskan daripada komunikasi secara tertulis saja, namun mencatat hal-hal penting yang telah dibicarakan membantu dalam mengingat isi komunikasi di kemudian hari
3) Komunikasi secara tertulis sebaiknya singkat dan padat serta menyatakan hal-hal yang pokok
4) Komunikasi antara orang yang profesional dan biasanya tenggelam dalam macam-macam kesibukan, lazimnya mengindahkan segi waktu, misalnya koordinator tidak meminta laporan pada pagi hari untuk diserahkan pada siang hari pada hari yang sama.

Pembagian tugas di antara anggota-anggota staf bimbingan Konseling sesuai dengan jabatannya masing-masing dalam Sturuktur jabatan, menjadi wewenang tanggung jawab koordinator. Bagaimanakah sebaiknya pembagian tugas itu, sangat tergantung dalam pola dasar pelaksanaan Bimbingan Konseling, jumlah jabatan yang bersifat merangkap atau tidak, taraf keahlian tenaga-tenaga Bimbingan Konseling dan dari jenis spesialisasi yang dimiliki oleh tenaga Bimbingan Konseling tertentu. ini semua termasuk tugas koordinator untuk mengatur sarana personil dengan sebaik-baiknya.
Dalam bukunya yang berjudul Establishing Guidance Programs in Secondary Schools (1968), Riccio membahas lima kemungkinan mengatur pembagian tugas di antara dua-tiga konselor sekolah di jenjang sekolah lanjutan, yaitu:
1) Konselor pria melayani para siswa dan konselor wanita melayani para siswi.
2) Setiap konselor diberi tanggung jawab terhadap tingkatan kelas tertentu sehingga konselor tiap tahun ajaran mendapat angkatan siswa yang baru.
3) Setiap konselor diberi tanggung jawab terhadap angkatan siswa tertentu yang diikutinya terus dan saat angkatan siswa itu masuk sekolah sampai tamat.
4) setiap konselor memegang layanan-layanan Bimbingan Konseling tertentu untuk seluruh angkatan siswa, misalnya konselor A khusus melayani semua siswa yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi, konselor B khusus melayani semua siswa yang akan langsung bekerja setelah tamat, dan konselor C menangani program testing untuk semua siswa/i.
5) kombinasi antara (2) dan (4) sehingga ada beberapa konselor yang melayani siswa di tingkatan kelas tertentu dan ada satu-dua konselor yang memegang aspek-aspek program bimbingan Konseling tertentu.

Tugas koordinator yang tidak kalah penting ialah mengatur hubungan kerja di antara para tenaga bimbingan Konseling dengan tenaga pembantu administratif /tata usaha.
Dalam mengadministrasikan aneka kegiatan sebaiknya dibedakan antara kegiatan yang menyangkut :
a. Kegiatan profesional internal meliputi segala bentuk pertemuan staf Bimbingan Konseling seperti pertemuan perencanaan program Bimbingan Konseling, pertemuan berkala atau rapat dinas berkala, konferensi kasus, dan penataran. Waktu, tempat, dan acara kegiatan tersebut perlu dikomunikasikan sebelumnya sehingga seluruh anggota staf dapat mempersiapkan diri.
b. Kegiatan membina hubungan dengan masyarakat, instansi pendidikan, tenaga profesional lain di luar lembaga sekolah, serta pihak-pihak lain yang penlu dihubungi, meliputi jalur kontak secara tertulis atau lisan yang diadakan oleh koordinator sendiri, atau dalam suatu kasus tertentu diwakilkan kepada salah seorang anggota staf Bimbingan Konseling. Bilamana kontak ini menyangkut hal-hal penting, sebaiknya dibuat laporan tertulis yang diarsipkan untuk dipergunakan bila dibutuhkan.
c. Kegiatan yang berupa penulisan laporan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing tenaga Bimbingan Konseling meliputi pencatatan kesibukan sehari-hari, pencatatan kemajuan dalam memberikan Bimbingan Konseling kelompok di kelas, penyusunan tabel dan grafik, penyusunan laporan suatu acara khusus seperti Han Kanier dan pameran, pembuatan laporan bulanan tentang layanan konseling, dan sebagainya. Laporan-laporan ini kerap menjadi sumber bagi rangkuman tertulis yang harus diberikan oleh koordinator kepada pimpinan sekolah atau kepada instansi pendidikan yang berwenang. Sejauh dimungkinkan, sebaiknya disediakan format-format yang tinggal diisi sehingga penulisan laporan tidak menyita waktu terlalu banyak dan pengolahan isi laporan dipermudah.
d. Kegiatan yang dilakukan oleh pembantu administratif meliputi hal-hal yang diserahkan ke sekretariat unit bimbingan. Dalam hal ini koordinator tidak dapat mengambil sikap lepas tangan karena cara bekerja tenaga pembantu dapat menghambat atau memperlancar pelaksanaan tenaga Bimbingan Konseling lainnya. Khususnya sistimatika pengarsipan surat masuk, surat keluar, laporan-laporan dinas, kartu-kartu pribadi, dan sebagainya, harus sedemikian rupa sehingga apa yang dibutuhkan mudah ditemukan kembali.
e. Kegiatan profesional eksternal menyangkut semua pelayanan Bimbingan Konseling pada orang lain, sesuai dengan komponen tertentu dalam program Bimbingan Konseling, misalnya orientasi kepada siswa-siswi baru, Bimbingan Konseling karier di kelas, atau konsultasi dengan orang tua. Tentu saja koordinator sendirilah harus ikut melaksanakan sebagian dari kegiatan ini dan tidak boleh membebankan semuanya pada sembarang tenaga Bimbingan Konseling yang lain. Justru keterlibatan koordinator sendiri membuat staf merasa sebagai tim kerja, yang mengelola bersama suatu program bimbingan yang seideal mungkin.

Daftar Temuan