1. Bimbingan Konseling
A. Pengertian Bimbingan Konseling
Bimbingan dapat diartikan sebagai “proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal”. Konseling diartikan sebagai “proses membantu individu (klien) secara perorangan dalam situasi hubungan tatap muka, dalam rangka mengembangkan diri atau memecahkan masalah yang dihadapinya”.
Jadi, Bimbingan Konseling dapat diartikan sebagai Proses pemberian bantuan kepada individu maupun kelompok dalam rangka pengembangan diri atau pemecahan masalah sehingga individu maupun kelompok tersebut dapat mencapai perkembangan secara optimal.
B. Tujuan Bimbingan Konseling
Konseling merupakan salah satu jenis layanan bimbingan, yang dipandang inti dari keseluruhan layanan bimbingan. Bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu individu atau peserta didik agar dapat mengembangkan kepribadiannya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, intelektual, emosional, sosial maupun moral-spiritual.
C. Fungsi Bimbingan Konseling
Sebagai proses pemberian bantuan kepada individu (siswa), bimbingan Konseling berfungsi sebagai upaya untuk
• Pemahaman
• Pencegahan
• Pengembangan, dan
• Perbaikan.
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling.
Bimbingan Konseling diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip yaitu :
• Individu atau peserta didik sedang berada dalam proses berkembang,
• Sasaran bimbingan adalah semua peserta didik,
• Mempedulikan semua aspek perkembangan,
• Kemampuan peserta didik merupakan dasar bagi penentuan pilihan,
• Bimbingan merupakan bagian terpadu pendidikan,
• Bantuan yang diberikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan peserta didik merealisasikan dirinya.
E. Azaz-Azaz Bimbingan Konseling
Penyelenggaraan Bimbingan Konseling yang Profesional harus mempedulikan azaz-azaz dalam Bimbingan Konseling. Dalam Proses Bimbingan Konseling Semua Azaz tersebut harus di pelihara dan di gunakan dengan Baik.
Adapun Azaz-azaz Bimbingan Konseling Yaitu:
• Kerahasiaan adalah dimana konselor atau Guru Bimbingan Konseling harus dapat menjaga Rahasia atau semua hal yang bersangkutan dengan klien setelah kegiatan konseling berakhir.
• Keterbukaan adalah dimana konselor atau Guru Bimbingan Konseling dituntut untuk menerima konseli atau siswa dengan penuh rasa membuka diri.
• Keahlian adalah konselor dituntut untuk benar-benar menguasai proses kegiatan yang sedang berlanggsung
• Kedinamisan adalah konselor dan klien dituntut agar aktif dalam kegiatan konseling sehingga kegiatan tersebut dapat dirasakan oleh klien
• Tut wuri handayani adalah konselor hanya memberi arahan kepada klien atau siswa sehingga siswa dapat menemukan jawaban atas masalah yang dihadapinya ( semua keputusan ada pada klien).
F. Bidang dan Jenis-jenis Layanan Bimbingan
Adapun Bidang-bidang dalam Penyelenggaraan bimbingan Konseling, bidang- bidang tersebut meliputi :
• Bidang pribadi
• Sosial
• Akademik
• karier.
G. Jenis-jenis layanan Bimbingan Konseling
Dalam kegiatan Bimbingan Konseling juga harus memperhatikan jenis-jenis lyanan Bimbingan konseling sehingga proses kegiatan Bimbingan Konseling dapat diberikan tepat sasaran. Adapun jenis-jenis layanan tersebut ialah :
• Layanan Orientasi
• Layanan Informasi
• Layanan Pembelajaran
• Layanan Bimbingan kelompok
• Layanan Penempatan dan penyaluran
• Layanan Konseling perorangan
• dan Layanan konseling kelompok
2. Hubungan Bimbingan dengan Pendidikan
Pendidikan akan terselenggara dengan baik, apabila ditunjang oleh komponen-komponennya yang meliputi bidang kepemimpinan atau administrasi, pengajaran, dan layanan pribadi siswa atau bimbingan. Melalui bimbingan, proses pendidikan dapat memfasilitasi berkembangnya aspek-aspek atau karakteristik pribadi siswa secara optimal.
A. TUGAS GURU
Guru memiliki tugas yang bermacam-ragam yang diimplementasikan dalam bentuk pengabdian.
Tugas-tugas tersebut meliputi beberapa bidang profesi yaitu :
• Bidang kemanusiaan
• Bidang kemasyarakatan
Tugas guru sebagai profesi meliputi :
• Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan
• Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
• Melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa.
Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.
B. PERAN SEORANG GURU
a. Dalam Proses Belajar Mengajar
Sebagaimana telah di ungkapkan diatas, bahwa peran seorang guru sangar signifikan dalam proses belajar mengajar. Peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal seperti sebagai pengajar, manajer kelas, supervisor, motivator, konsuler, eksplorator, dsb. Yang akan dikemukakan disini adalah peran yang dianggap paling dominan dan klasifikasi guru sebagai:
a. Demonstrator
b. Manajer/pengelola kelas
c. Mediator/fasilitator
d. Evaluator
b. Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan sebagai:
1) Pengambil insiatif, pengarah dan penilai kegiatan pendidikan
2) Wakil masyarakat
3) Ahli dalam bidang mata pelajaran
4) Penegak disiplin
5) Pelaksana administrasi pendidikan
C. Kompetensi Dan Profesionalisme Guru
a. Pengertian kompentensi dan Profesionalisme Guru
Kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Profesional adalah suatu bidang pekerjaan yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan kata lain sebuah profesi rnemerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru secara maksimaI. Dengan kata lain guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.
b. Syarat Profesi
Mengingat tugas guru yang demikian kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus sebagai berikut:
a) Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
b) Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
c) Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
d) Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
e) Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.
A. Pengertian Profesi
Berkaitan dengan “profesi” ada beberapa istilah yang hendaknya tidak dicampuradukkan, yaitu profesi, profesional, profesionalisme, profesionalitas,, dan profesionalisasi.
“Profesi” adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi, tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
”Profesional” menunjuk kepada dua hal. Pertama, orang yang menyandang suatu profesi. Jika orang tersebut benar-benar ahli, maka disebut seorang “profesional”. Kedua, penampilan seorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Dalam pengertian kedua ini, istilah profesional sering dipertentangkan dengan istilah non-profesional atau amatiran.
“Profesionalisme” menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.
“Profesionalitas”, mengacu kepada sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki dalam rangka melakukan pekerjaannya.
“Profesionalisasi” menunjuk pada proses peningkatan kualifikasi maupun kemampuan para anggota suatu profesi dalam mencapai kriteria yang standar dalam penampilannya sebagai anggota suatu profesi. Profesionalisasi pada dasarnya merupakan serangkaian proses pengembangan keprofesionalan, baik dilakukan melalui pendidikan/latihan pra-jabatan (pre-service training) maupun pendidikan/latihan dalam jabatan (in-service training). Oleh sebab itu, profesionalisasi merupakan proses yang berlangsung sepanjang hayat dan tanpa henti.
B. Ciri-ciri Profesi
Suatu jabatan atau pekerjaan disebut profesi apabila ia memiliki syarat-syarat atau ciri-ciri tertentu. Sejumlah ahli seperti McCully, 1963; Tolbert, 1972; dan Nugent, 1981) telah merumuskan syarat-syarat atau ciri-ciri dari suatu profesi. Dari rumusan-rumusan yang mereka kemukakan, dapat disimpulkan syarat-syarat atau ciri-ciri utama dari suatu profesi sebagai berikut:
a. Suatu profesi merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang memiliki fungsi dan kebermaknaan sosial yang sangat menentukan.
b. Untuk mewujudkan fungsi tersebut pada butir di atas para anggotanya (petugasnya dalam pekerjaan itu) harus menampilkan pelayanan yang khusus yang didasarkan atas teknik-teknik intelektual, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang unik.
c. Penampilan pelayanan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin saja, melainkan bersifat pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis yang menuntut pemecahan dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d. Pada anggotanya memiliki kerangka ilmu yang sama yaitu didasarkan atas ilmu yang jelas, sistematis, dan eksplisit; bukan hanya didasarkan atas akal sehat (common sense) belaka.
Untuk dapat menguasai kerangka ilmu itu diperlukan pendidikan dan latihan dalam jangka waktu yang cukup lama. Secara ideal seluruh persyaratan di atas perlu dipenuhi oleh suatu profesi. Namun, banyak diantara profesi yang ada memenuhi persyaratan tersebut secara bertahap.
C. Pengembangan Profesi Bimbingan dan Konseling
Diyakini bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri dan persyaratan tersebut. Namun, berhubung dengan perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa ini pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang diharapkan. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu dikembangkan, bahkan diperjuangkan. Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui (a) standarisasi untuk kerja profesional konselor, (b) standardisasi penyiapan konselor, (c) akreditasi, (d) stratifikasi dan lisensi, dan (e) pengembangan organisasi profesi.
1. Standardisasi Unjuk Kerja Profesional Konselor
Masih banyak orang yang memandang bahwa pekerjaan dan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa pun juga, asalkan mampu berkomunikasi dan berwawancara. Anggapan lain mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling semata-mata diarahkan kepada pemberian bantuan berkenaan dengan upaya pemecahan masalah dalam arti yang sempit saja. Ini jelas merupakan anggapan yang keliru.
2. Standardisasi Penyiapan Konselor
Tujuan penyiapan konselor ialah agar para (calon) konselor memiliki wawasan dan menguasai serta dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya materi dan keterampilan yang terkandung di dalam butir-butir rumusan unjuk kerja. Penyiapan konselor itu dilakukan melalui program pendidikan prajabatan, program penyetaraan, ataupun pendidikan dalam jabatan (seperti penataran). Khusus tentang penyiapan konselor melalui program pendidikan dalam jabatan, waktunya cukup lama, dimulai dari seleksi dan penerimaan calon peserta didik yang akan mengikuti program sampai para lulusannya diwisuda. Program pendidikan prajabatan konselor adalah jenjang pendidikan tinggi.
a) Seleksi/Penerimaan Peserta didik
Seleksi atau pemilihan calon peserta didik merupakan tahap awal dalam proses penyiapan konselor. Kegiatan ini memegang peranan yang amat penting dan menentukan dalam upaya pemerolehan calon konselor yang diharapkan. Bukanlah bibit yang baik akan menghasilkan buah yang baik pula.
b) Pendidikan Konselor
Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas dalam bidang bimbingan dan konseling, yaitu unjuk kerja konselor secara baik (calon) konselor dituntut memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap tersebut diperoleh melalui pendidikan khusus. Untuk pelayanan profesional bimbingan dan konseling yang didasarkan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, maka pengetahuan, sikap dan keterampilan konselor yang (akan) ditugaskan pada sekolah tertentu itu perlu disesuaikan dengan berbagai tuntutan dan kondisi sasaran layanan, termasuk umur, tingkat pendidikan, dan tahap perkembangan anak.
Peran Guru Dalam Administrasi Sekolah
Secara normatif, dalam UU No. 14 Tahun 2005 Bab I Ketentuan Umum, Pasal I ayat 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Namun jika kita perhatikan secara kontekstual isi pasal tersebut, maka tugas guru selain telah terinci di atas, sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan administrasi. Yaitu sebuah kegiatan yang menjalankan tugas-tugas administrasi sistem sekolah yang menyangkut segala rangkaian program kegiatan, baik kegiatan yang terencana maupun kegiatan insidental guna mencapai visi, misi dan tujuan sekolah yang diinginkan.
A. Guru sebagai Perancang
Menjadi seorang administrator, berarti tugas guru ialah merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi dan mengevaluasi program kegiatan dalam jangka pendek, menengah atau pun jangka panjang yang menjadi prioritas
B. Tujuan Sekolah.
Untuk mendukung terpenuhinya kebutuhan utama sekolah, maka tugas perancang yaitu; menyusun kegiatan akademik (kurikulum dan pembelajaran), menyusun kegiatan kesiswaan, menyusun kebutuhan sarana-prasarana dan mengestimasi sumber-sumber pembiayaan operasional sekolah, serta menjalin hubungan dengan orangtua, masyarakat, stakeholders dan instansi terkait.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru, yaitu:
(1) Mengerti dan memahami visi-misi dan tujuan lembaga sekolah atau madrasah. Guru dapat menjabarkannya ke dalam sebuah isi (content) kurikulum dan pembelajaran (learning), kegiatan kesiswaan, penciptaan kultur/budaya sekolah, serta membangun penguatan kelembagaan yang sehat dan berkualitas.
(2) Mampu mengalisis data-data yang terkait masalah perubahan kurikulum, perkembangan peserta didik, kebutuhan sumber belajar dan pembelajaran, strategi pembelajaran, perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) serta informasi. (3) Mampu menyusun perioritas program sekolah secara terukur dan sistematis, seperti proses rekuitmen siswa, masa orientasi siswa, proses pembelajaran, hingga proses evaluasi.
C. Guru Sebagai Penggerak
Guru juga dikatakan sebagai penggerak, yaitu mobilisator yang mendorong dan menggerakkan sistem organisasi sekolah. Untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, seorang guru harus memiliki kemampuan intelektual dan kepribadian yang kuat. Kemampuan intelektual, misalnya; punya jiwa visioner, jiwa kreator, jiwa peneliti, jiwa rasional/cerdik dan jiwa untuk maju. Sedangkan kepribadian seperti; wibawa, luwes, adil dan bijaksana, arif dan jujur, sikap objektif dalam mengambil keputusan, toleransi dan tanggung jawab, komitmen, disiplin, dan lain-lain.
Untuk mendorong dan menggerakkan sistem sekolah yang maju memang membutuhkan kemampuan brilian tersebut guna mengefektifkan kinerja sumber daya manusia secara maksimal dan berkelanjutan. Sebab jika pola ini dapat terbangun secara kolektif dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh para guru, maka akan muncul perubahan besar dalam sistem manajemen sekolah yang efektif. Melalui cita-cita dan visi besar inilah guru sebagai agen penggerak diharapkan mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa memiliki serta rasa memajukan lembaga sekolahnya sebagai tenda besar dalam mendedikasikan hidup mereka.
D. Guru sebagai Evaluator
Selain itu, guru juga dikatakan sebagai evaluator, yaitu melakukan evaluasi/penilaian terhadap aktivitas yang telah dikerjakan dalam sistem sekolah. Peran ini penting, karena guru sebagai pelaku utamanya dalam menentukan pilihan-pilihan serta kebijakan yang relevan demi kebaikan sistem yang ada di sekolah, baik itu menyangkut kurikulum, pengajaran, sarana-prasarana, regulasi, sasaran dan tujuan, hingga masukan dari masyarakat luas.
Seorang guru harus terus menerus melakukan evaluasi baik ke dalam maupun ke luar sekolah, guna meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik. Evaluasi ke dalam (internal) ditujukan untuk melihat kembali tingkat keberhasilan dan kelemahan yang dihadapi sekolah, misalnya (1) visi, misi, tujuan dan sasaran, (2) kurikulum, (3) pendidik dan tenaga kependidikan, (4) dana, sarana prasarana, regulasi, organisasi, budaya kerja dan atau belajar. Sementara evaluasi ke luar (eksternal) ditujukan untuk melihat peluang dan tantangan yang dihadapi sekolah, misalnya (1) menjaga kepercayaan masyarakat, (2) memenuhi harapan para orang tua siswa, (3) memenuhi kebutuhan stakeholders, (4) redesain era persaingan (competitive), (5) memerhatikan dampak IPTEK dan informasi, dan (6) pengaruh dari lingkungan sosial.
Dari penjelasan di atas, menurut hemat penulis, merupakan implikasi dari desentralisasi atau otonomi sekolah yang dalam hal ini juga bagi guru yang diberi keluasan dan keluwesan dalam mengelola pendidikan. Menurut Hasbullah, peran strategis guru tersebut berimplikasi pada administrasi, kelembagaan dan perencanaan yang lebih terbuka dan. Guru sebagai pelaku utama menjadi agen perubahan yang dapat meningkatkan peran administratif tersebut.
E. Guru sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan penentu keberhasilan. Seorang guru seyogyanya memerankan diri sebagai motivator murid-muridnya, teman sejawatnya, serta lingkungannya. Kata motivasi berasal dari kata motif, yang artinya daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Konsep motif yaitu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc. Donald, seperti yang dikutip M. Sobry Sutikno (2009), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang di kemukakan Mc. Donald itu mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.
Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Dalam beberapa sumber dijelaskan bahwa motivasi ada dua, yaitu (1) Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. (2) Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada di sekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.
Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Dari landasan konseptual di atas, ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1) Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai tujuan yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2) Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3) Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4) Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5) Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
6) Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
7) Membentuk kebiasaan belajar yang baik
8) Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
9) Menggunakan metode yang bervariasi, dan
10) Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor yang berasal dari dalam dan luar siswa. Faktor luar misalnya, fasilitas belajar, cara mengajar guru, serta sistem pemberian umpan balik, dan sebagainya. Serta faktor dari dalam siswa mencakup kecerdasan, strategi belajar, motivasi, dan sebagianya.
Dari beberapa penelitian dihasilkan bahwa prestasi belajar sangat besar dipengaruhi oleh motivasi, baik siswa maupun gurunya. Bahkan dikembangkan model kondisi motivasional untuk menghasilkan pembelajaran yang menarik, bermakna, dan memberikan tantangan siswa. Model kondisi motivasional itu adalah perhatian (attention), relevansi (revance), kepercayaan diri (confidence), dan kepuasan (satisfaction).
1. Perhatian. Seorang guru harus menanamkan kepada siswanya rasa perhatian atau rasa ingin tahu. Melalui rasa ingin tahu itulah melahirkan rangsangan motivasi belajar yang meledak-ledak dan penuh semangat. Untuk menumbuhkan rasa ingin tahu, seorang guru sebaiknya memancing peserta didiknya dengan hal-hal baru, urgensitas, serta hal aneh yang mengundang penasaran mereka. Cara ini juga disertai dengan strategi penyampaian yang menarik dan menyenangkan, memerlukan alat/sumber belajar dan media yang efektif, serta dengan komunikasi yang elegan, humoris, dan mantap.
2. Relevan. Seorang guru harus mampu menghubungkan materi dengan kebutuhan dan kondisi peserta didik. Guru dapat membangkitkan motivasi mereka dengan menganggap bahwa apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi, atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang. Kebutuhan pribadi (basic needs) dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni motif pribadi, motif instrumental dan motif kultural.
Pertama, nilai motif pribadi (personal motive value) Menurut Mc Clelland, seperti yang dikutip Suciati, mencakup (a) kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement), (b) kebutuhan untuk memiliki kuasa (needs for power), (c) kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affiliation). Kedua, nilai yang bersifat instrumnetal, yaitu keberhasilan dalam mengerjakan tugas dianggap sebagai langkah untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut. Ketiga, nilai kutural yakni tujuan yang ingin dicapai konsisten atau sesuai dengan nilai yang dipegang oleh kelompok yang diacu peserta didik, seperti orangtua, teman sebaya, dan masyarakatnya.
3. Percaya diri. Seorang guru harus mampu menunjukkan potensi dirinya dengan penuh percaya diri didepan peserta didik. Motivasi akan meningkat apabila percaya dirinya sedang positif, sebaliknya motivasi akan turun ketika kehilangan kepercayaan diri tersebut.
4. Kepuasan. Keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan akan menghasilkan kepuasan, dan siswa akan termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuan yang serupa. Untuk meningkatkan dan memelihara motivasi siswa, guru dapat menggunakan pemberian penguatan (reinforment) kesempatan berupa pujian, pemberian kesempatan, dan sebagaimana.
Dari uraian di atas, peran guru sebagai motivator diharapkan dapat mendorong peristiwa belajar yang menarik dan menyenangkan siswa. Peristiwa belajar tersebut antara lain; (1) menimbulkan minat dan memusatkan perhatian mahasiswa, (2) menyampaikan tujuan pembelajaran, (3) mengingatkan kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari yang merupakan pra syarat, (4) memberikan bimbingan belajar, (5) memberikan umpan balik atas pelaksanaan tugas siswa, dan (6) mengukur/mengevaluasi hasil belajar siswa
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas Komentar yang anda berikan,,
Semoga dapat menjadi motivasi bagi kami penulis atau pengelola agar lebih baik...
( Maaf Komentar yang berisikan kata tidak senonoh/tidak sopan/mengandung unsur sara tidak dapat kami tampilkan)