Wednesday, February 24, 2010

Teriak-teriak, Mogok Makan, Lantas Ngambek ...


EKSPRESI anak dalam melancarkan protes bermacam-macam, sesuai dengan usia, perangai dan watak bawaan. Misalnya bisa dalam bentuk mogok makan, mogok bicara hingga berteriak-teriak protes langsung terhadap apa yang tidak disukainya. Umumnya, protes semacam itu mulai dilakukan anak saat berusia tiga tahun. Hal itu terkait dengan kemampuan anak untuk mengekspresikan diri secara verbal.

Penulis buku Children Are from Heaven, John Gray PhD mengatakan, perlawanan berupa protes yang dilakukan seorang anak terhadap orangtuanya disebabkan anak sudah mulai mempunyai kemauan, keinginan, dan kebutuhan sendiri. Protes anak menandakan perkembangan kemandirian dalam diri anak. Selain itu, anak kerap merasa sebagai anak besar yang bisa melakukan segalanya sendiri.

Perasaan tersebut membuat si kecil mudah tersinggung bila ada tekanan dari luar dirinya. Itulah mengapa sikapnya bisa berubah saat mendengar kata-kata perintah atau larangan. Perubahan sikap tersebut, jelas Gray, bisa dalam bentuk anak menjadi penurut atau justru melakukan perlawanan. Namun perasaan mandiri tak selamanya jelek. Sebab, kemandirian itu juga bermakna bahwa anak sudah punya pendirian, suatu potensi yang sangat penting bagi kreativitas anak.

“Aksi perlawanan juga bisa muncul bila anak merasa diperlakukan tak adil. Anak yang disuruh melakukan sesuatu secara kasar, direndahkan harga dirinya, dan dituntut untuk selalu menuruti kemauan orangtuanya, biasanya akan merasa dirinya diperlakukan tak adil dan sewenang-wenang. Hal itu merupakan reaksi yang wajar,” tuturnya. Menurut teori Ahli Perkembangan Anak, Erik Erikson, tentang tahapan perkembangan, anak usia bawah tiga tahun (batita) yaitu 18-36 bulan memasuki sebuah fase yang dinamakan fase otonomi. Fase tersebut ditandai dengan antusiasme melakukan segala sesuatunya sendiri dan munculnya hasrat untuk mandiri. Keinginan itu tumbuh seiring dengan berkembangnya kemampuan intelektual maupun fisiknya.

Pada fase otonomi itu juga, anak berusaha memiliki kontrol atas dirinya. “Aktivitas yang paling menonjol adalah perilaku makan-minum (feeding) dan toilet training. Lewat feeding, anak merasa dirinya memiliki kemampuan untuk mengontrol dirinya. Begitu pun dengan toilet training, dimana ia merasa mampu meregulasi keinginannya untuk buang air,” tutur Erikson. Keberhasilan menerapkan kontrol diri itu, lanjutnya, menumbuhkan rasa percaya diri yang mendorong anak untuk mencoba aktivitas yang lain.

Hal itu dilakukannya sekaligus untuk melatih keterampilan motorik serta mengasah kemampuannya berpikir. Lewat berbagai aktivitas baru, batita belajar memercayai penilaiannya sendiri. Pada fase otonomi itu juga, anak mulai menyadari dirinya adalah individu yang terpisah dari orang lain. Dia menyadari ibunya adalah orang lain. Begitu pun ayah, kakak-kakak, pengasuh bukanlah dirinya.

“Kesadaran mengenai diri ini mendorong anak belajar mengambil keputusan sendiri. Itulah mengapa anak usia batita sering kali tak mau melakukan perintah atau permintaan orang tuanya, bahkan cenderung memberontak. Penolakan ini merupakan manifestasi kontrol anak atas dirinya sendiri dan relatif normal untuk anak usianya,” paparnya. Jika penolakan anak kemudian membawanya kepada sikap yang seringkali memprotes, maka orangtua harus cermat membimbingnya agar dapat mengekspresikannya dengan cara yang benar.

Jangan langsung jengkel
Ungkapan protes anak-anak bisa saja terjadi sebagai bentuk protesnya secara langsung atau karena perkembangan bahasanya yang belum cukup memadai. Bisa juga karena terhambat oleh emosi yang sudah memuncak, yang membuatnya sulit berpikir untuk mengungkapkan protesnya secara lisan. Terkadang si kecil sendiri tidak tahu apa yang sesungguhnya ia rasakan, sehingga protesprotesnya tidak tersampaikan dengan baik dan keluar dalam bentuk tantrum atau mengamuk.

Saat itulah harusnya orang tua menajamkan mata hati untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh si kecil. Terkadang secara tidak sadar orang tua mencontohkan cara yang tidak benar untuk menunjukkan protes-protes pada orang lain. Misalnya pada suami kita, dengan cara marahmarah atau dengan menekuk muka tanpa mengatakan apa yang membuat hati kita tidak senang dan marah. Sikap-sikap seperti itulah yang mungkin ditiru oleh si kecil.

Bagaimanapun bentuk protes si anak, anggaplah semua itu merupakan proses belajar bagi para orang tua, untuk lebih memperhatikan sikapsikap kita, dan juga perhatian- perhatian kita pada si kecil. Juga belajar mengasah kepekaan kita terhadap apa yang dirasakan oleh anak-anak kita. Di sisi lain juga berusaha mengajarkan bagaimana cara memahami perasaanperasaanya dan mengungkapkannya pada orang lain. Mudah-mudahan, apa yang berusaha kita ajarkan, mampu mempermudah kehidupan si kecil, terutama dalam hal bagai mana berhubungan dengan orang lain, sampai ia dewasa nanti.(abs/*)


Kiat Meredam Protes Anak
Sikap keras anak harusnya ‘dilawan’ dengan kelembutan dan kasih sayang. Ajarkan anak untuk meminta atau mengatakan keinginannya dengan baik dan sopan. Cobalah menyadarkan anak sekaligus menanamkan pengertian bahwa dengan perilakunya seperti itu, orangtua tidak akan mengerti keinginannya. Buka komunikasi dengan anak. Hal itu memungkinkan orangtua untuk mengetahui penyebab dan alasan mengapa anak mengutarakan pendapatnya, sehingga orangtua dapat menyikapinya dengan benar.

Untuk meminimalisir protes anak terutama untuk hal yang berkaitan dengan rutinitas, orangtua dapat menerapkan disiplin yang konsisten, menyenangkan dan terbuka. Keterbukaan orangtua dengan anak, termasuk melatih anak untuk memprotes dengan cara yang benar justru sangat baik. Apalagi anak-anak ketika menginjak remaja cenderung lebih dekat dengan temantemannya ketimbang orang tua.

Beberapa Pemicu Munculnya Hobi Membantah
*Kemungkinan anak-anak melihat contoh buruk dari lingkungan sekitarnya. Misalnya ia terinspirasi ketika melihat kakaknya sering membantah orangtua.

*Anak selalu diminta untuk melakukan hal-hal diluar kemampuannya, misalnya anak disuruh mengambil buku di atas rak, padahal anak tidak mampu melakukannya. Itu mengakibatkan anak membantah perintah orang tua.

*Anak memiliki keinginan yang berbeda dengan orangtua, misalnya orangtua menyuruhnya mandi padahal anak masih ingin bermain.

*Irwan Prayitno dalam bukunya berjudul Anakku Penyejuk Hati menyebutkan, penyebab anak-anak suka membantah adalah akibat penerapan disiplin yang longgar dan ketidakmampuan orangtua untuk mengatakan ‘tidak’ pada anak. Disiplin yang berlebihan, otoriter, perfeksionis dan terlalu mendominasi membuat anak memberontak. Akibat disiplin yang tidak konsisten. Misalnya, ibu akan mengingatkan bila anak tidak gosok gigi sebelum tidur, namun ayah membiarkannya saja. Akibat situasi stress atau konflik yang sedang dihadapi orangtua memicu anak ketularan depresi.

Sumber :

*Membantah dan memprotes mungkin sebagai ungkapan kecewa pada orangtua atau anggota keluarga.

*Terjadi pada anak cerdas dan biasanya suka membantah, namun mereka tahu konsekuensi dari tingkah lakunya.

*Anak membantah dan memrotes mungkin juga karena lelah, sakit, lapar, atau perasaan tidak enak lainnya.(abs/*)


Anak di antara Orang Dewasa

NEGERI ini baru saja memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 23 Juli 2009, namun sejumlah anak kembali menerima perlakuan tidak wajar dari orang dewasa. Kasus terakhir yang sempat diliput media massa menimpa dua orang pelajar di Aceh yang dipukuli guru mereka Padahal agama apapun, menganggap bahwa anak sebagai bakal manusia dewasa adalah amanah Tuhan kepada ibu dan ayah kandungnya.

Islam menegaskan seperti sabda Nabi saw, “anak tercipta dalam keadaan suci (fitrah)”. Ironinya kenapa orang-orang dewasa justru menistakannya. Sejatinya, anak-anak harus disambut dan didoakan. Sebagaimana Nabi Ibrahim as ketika merindui kehadiran seorang anak di sisinya. Hal itu direkam dalam Alquran; “Ya Tuhan, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa” (Ali Imram: 38).


Anak pewaris generasi. Ini menjadi harapan setiap pasangan (sumai isteri) yang ingin segera dikarunia Allah anak-anak yang shalih, sebagai permata hati (qurratun a‘yun). Bagi mereka yang belum dikarunia anak, menempu dengan segala cara agar. Namun sering pula ketika seorang anak yang didamba hadir, banyak orangtua menyianyiakan, tidak mau mengerti dunia anak, pendidikan anak-anak mereka. Bahkan anak-anak dianggap miniatur manusia dewasa yang disamaratakan dengan dirinya. Maka anak-anak tumbh berkembangan apa adanya tanpa perhatian dari orangtua dan orang dewasa, bahkan hak-hak anak sering dianiaya hanya untuk kepentingan orangtua dan orang dewasa.

Itulah kesalahan terbesar orangtua terhadap anak-anaknya, Seperti ditulis Muhammad Rasyid Dimas, pakar islamic parenting dalam bukunya Siyasat Tarbawiyyah Khathiah. “...kesalahan besar dan keliru ketika orangtua berpersepsi bahwa yang dimaksud mencintai dan menyayangi anak adalah dengan memenuhi segala kebutuhan fisik anak, baik itu hadiah, pakaian dan makanan yang bernutrisi tinggi ataupun sejenisnya. Banyak orangtua tidak menyadari bahwa cinta dan kasih sayang yang sangat vital bagi kebutuhan anak adalah perhatian, keperdulian dan pengertian dari orangtua kepada anak. Termasuk menjaga perasaan atau emosi anak.

Menurut Dimas, membiarkan anak diasuh, dirawat dan dibesarkan pembantu sebagai tindakan orangtua yang tak tahu menjaga perasaan anak. Yang pertama dibutuhkan anak dari orang tuanya adalah kepastian yang meyakinkan bahwa ia dicintai sepenuh hati, terlebih pada saat-saat khusus. Seorang anak sewajarnya mendapat jaminan bahwa apapun yang bakal terjadi kasih sayang orangtua dan keluarganya tidak akan berubah. Sentuhan fisik dan dan kedekatan hati antara anak dan orangtua adalah bukti keakraban mereka. Ini penting untuk pertumbuhan kepribadian anak yang sempurna.

Untuk memenuhi kualifikasi semacam ini, pengkondisian keluarga seharmonis mungkin merupakan langkah penting yang mesti diupayakan oleh orang tua. Memperkuat pandangannya, Dimas mengutip sebuah hadits Nabi; “Bukan termasuk umatku orang-orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta tidak mengetahui hak-hak orang lain di sekelilingnya” (HR. Ahmad).

Kekerasan terhadap anak
Ironi jika saat ini kekerasan terhadap anak-anak masih terjadi, apalagi di lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi teladan. Lembaga pendidikan sejatinya menjadi tempat anak-anal dididik dan dibenahi kemanusiaannya. Orang-orang dewasa, bahkan mereka yang mengambil profesi guru terus saja melakukan kekerasan terhadap anak-anak. Minimal di antara masalah yang menjadikan anak-anak sebagai korban adalah, akibat tidak adanya perhatian orangtua. Ini kesalahan paling abstrak yang tidak disadari saat ini. Orangtua hanya pandai beranak, tapi tak bisa mendidiknya. Fenomena ini terbaca dari perlakuan kebanyakan orangtua terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang cenderung abai. Sikap semacam ini kelihatan amat sepele dan jarang dipersoalkan oleh para pemerhati anak di negeri ini. Para aktivis anak pun hanya memfokuskan kegiatan mereka pada upaya advokasi terhadap kekerasan fisik yang diderita anak. Sementara masalah alienasi orangtua di rumah tidak terbaca atau mungkin berada di luar wilayah wewenang panggilan moral mereka.

Alienasi anak
Alienasi anak bukan mengasingkan anak dari keluarga untuk dibawa ke panti asuhan, misalnya. Anak bisa saja mengalami alienasi dari perhatian kedua orang tuanya meski ia berada serumah. Kebanyakan orangtua tidak menyediakan banyak waktu bersama anak. Jangankan mengikuti perkembangan mereka, berbicara bersama anak saja terkadang tidak sempat sama sekali. Apalagi mendengar dan menikmati kicauan mereka yang sedang menuju tahap demi tahap pertumbuhan dan perkemkembang itu. Padahal mereka sangat membutuh kehadiran kedua orangtuanya untuk saling berbagi perhatian dan kasih sayang.

Bercerita bersama secara terbuka sambil membimbing ruhani mereka yang sedang kehausan, menanam benih-benih cinta dan harapan masa depan dalam batas-batas yang proporsional, serta memberi ketegasan moral, etika dan budaya yang positif bagi pergaulannya kelak. Orang tua adalah figur utama bagi anak. Anak selalu ingin bercermin pada kedua orang tuanya. Mengidolakan kedua orang tua adalah bunga mimpi bagi semua anak. Tetapi amat disayangkan, kebanyakan orang tua tidak memahami apa yang anak mereka paling butuhkan itu. Orangtua salah persepsi, mereka mengira bahwa anak hanya butuh materi dan fasilitas dari mereka. Sementara perlindungan, sahabat tempat curhat mereka temukan dari orang-orang yang belum pantas dan berhak. Sehingga figur ayah digantikan oleh teman lawan jenis melalui jalinan hubungan pacaran yang membayakan masa depannya.

Tidak heran, anak merasa asing di dalam keluarganya sendiri. Anak akan menjadi makhluk liar di hadapan kedua orangtuanya. Pilihan anak adalah menghindar dan menjauh dari hadapan orang tua. Orang tua tidak lagi menjadi sahabat yang akrab bagi anak, tempat curhat yang menyenangkan dan penuh keakraban. Anak melihat orangtua ibarat melihat makhluk asing dari ruang angkasa (alien) yang tinggal serumah dengannya. Bagaimana komunikasi bisa berlangsung antara anak dan orang tua dalam hubungan semacam ini. Reaksi menutup diri seorang anak dari orang tuanya merupakan sikap reaktif anak dari perlakuan orang tua terhadapnya. Kebanyakan orangtua salah dalam menilai bahwa anak tidak lebih bagaikan hewan piaraan (home pets) yang hanya cukup diberi makan dan minum. Hewan dan tumbuhan saja tidak ingin diperlakukan demikian, konon lagi anak manusia. Bagaimana tidak dikatakan demikian, anak cendrung hanya dipenuhi konsumsi, material dan fasilitas yang cukup. Alokasi dana dan belanja orangtua untuk kebutuhan keluarga sebagian besar dihabiskan untuk pemenuhan konsumsi sehari-hari, penyediaan fasilitas perorangan (bukan bersama), dan biaya pendidikan karier duniawi. Tetapi kurang menyediakan waktu untuk mencurahkan perhatian, kasih sayang demi terpenuhinya kebutuhan ruhani secara memadai bagi mereka.

Saatnya kita yang telah menjadi orangtua untuk menjaga, melindungi dan memberi perhatian yang melimpah kepada anak-anak kita. Menyemai mutiara cinta di jiwa-jiwa mereka, bukan justru mengasarinya. Sejatinya setiap orangtua harus menjadi sosok yang dipanut dan bertanggungjawab. Orangtua memberi ruang bagi anak-anak agar bisa menjadi sosok manusia merdeka yang tidak dikungkung dogma. Tentu, bukan pula membiarkan anak-anak tanpa bimbingan, perhatian dan kasih sayang. Dampingi mereka kala diperlukan. Akabri mereka kala sedang mencari jati diri. Jadikan anak-anak kita bagaikan teman karib untuk berdiskusi dan bermujadahlah.

Jangan jauhi dan tinggalkan apalagi memukulinya fisik yang sakit sampai ke hatinya. Sebab Rasulullah saw sudah mencontohkan ketika beliau bersama dua cucunya Hasan dan Husin; “Diriwayatkan ketika Nabi sedang berkhutbah, beliau melihat Hasan dan Husein yang sedang berjalan dan bersenda gurau di dalam masjid, lalu Nabipun turun dari mimbar seraya mengangkat dan menggendong keduanya” (HR. Turmuzi). Inilah yang sekarang disebut save our children, save our generation.

Sumber :

* Penulis adalah pendidik dan ayah tiga anak, tinggal di Tungkop Aceh Besar.

Pendidikan ala Ibrahim as

KEGAGALAN pendidikan selama ini menyebabkan banyak ahli mencari model dan format pendidikan yang tepat. Atau meneliti faktor-faktor yang melatarbelakangi kondisi degradasi tersebut. Semua orang mengharapkan ada satu model pendidikan yang aplikatif dan implementatif dengan merefer kepada kisah-kisah Qurani dengan beberapa modifikasi yang sesuai dengan tuntutan zaman. Acuan ini diharapkan mampu membimbing peserta didik agar mampu bersaing dan bersanding dalam kancah kompetisi yang semakin mewacana. Dalam konteks itu, Ibrahim dan Ismail telah memposisikan dirinya sebagai figur terbaik dalam kacamata historis pendidikan Qurani. Kedua tokoh tersebut tidak pernah memunculkan teori-teori yang muluk dalam proses pendidikan, tetapi mereka justeru mendemonstrasikan aktivitas belajar mengajar secara nyata dan efektif.

Menjadi menarik jika melihat beberapa model pembelajaran yang ditampilkan dalam sejarah edukasi ala Ibrahim as, Pertama, pendidikan kemandirian. Sebagaimana layaknya seorang manusia, Ibrahim tentu sangat sayang kepada anaknya. Tetapi kasih sayang di sini tidak diekpresikan dalam bentuk memanjakan anak. Ibrahim ingin menjarkan anak dan keluarganya mandiri, tidak mengharapkan ulur tangan dan belas ka sihan orang lain dalam menjalani kehidupan ini. Untuk itu, Ibrahim menempatkan anak dan keluarganya di Mekkah yang saat itu dikenal dengan daerah yang kering kerontang, tidak ada penghidupan. Hal tersebut dapat dipahami karena di sana tidak dijumpai sumber mataair yang menjadi kebutuhan asasi manusia. Para musafir dan pedagang pun tidak akan singgah di alam yang tak bersahabat seperti Mekkah saat itu.

Mungkin secara kasat mata, orang akan mengatakan bahwa Ibrahim tidak sayang kepada keluarganya. Ternyata alam Mekkah yang kering itu telah memberikan pendidikan yang sangat berharga kepada Ismail dan ibunya, Hajar, agar menjadi manusia yang mandiri, tangguh dan mantap menghadapi kerasnya zaman, pantang menyerah dan putus asa. Siti Hajar terdidik menjadi ibu yang berjuang untuk menghidupi anaknya. Simbol lari-lari kecil (sa’i) yang dilakukan oleh jemaah haji hari ini merefleksikan betapa perjuangan seorang ibu yang berkali-kali mengayun langkah untuk mendapatkan setetes air demi melepaskan dahaga anaknya Ismail. Tentu tidak berhenti di situ, rupanya sosok Ismail di alam bawah sadarnya menendang tanah sekitarnya sehingga dengan takdir Allah air terpancar dari bekas tendangannya itu. Keberhasilan dan kesuksesan keluarga Ibrahim ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hidup di alam yang keras, kering kerontang, melawan kondisi ‘rawan’ itu rupanya telah mengajarkan mereka bagaimana menghadapi kesulitan hidup dan kehidupan.

Kedua, pendidikan keteladanan. Beda dengan sebagian orang, Ismail selalu mendampingi ayahnya. Di mana ada Ibrahim di situ ada Ismail. Sebenarnya apa makna dibalik kebersamaan ini? Rupanya Ibrahim hendak memberikan teladan kepada anaknya. Ibrahim sadar bahwa kegagalan pendidikan orangtua diawali dengan krisis keteladanan. Pendidikan model ini tentu mengantarkan seorang anak untuk menjadikan orangtuanya sebagai teladan dan figur. Sebagai figur, Ibrahim menjadi kebanggaan anak dan isterinya. Dengan demikian, anak yang bangga terhadap aktivitas ayahnya tentu tidak segan-segan untuk menuruti apa yang diperintahkan kepadanya. Ketika merenovasi Ka’bah, Ismail turut bersama Ibrahim untuk mengerjakan bagian-bagian Ka’bah dan memperbaiki apa yang disuruh ayahnya. Apakah Ibrahim tidak bisa mengerjakannya sendirian? Mungkin bisa. Keikutsertaan anak dalam kegiatannya agar ia mengajarkan secara langsung bagaimana seorang manusia mengabdi kepada Tuhannya, termasuk membagun tempat ibadah. Kisah tersebut diabadikan dalam Alquran al-karim.

Malapetaka pendidikan sekarang ini adalah krisis keteladanan. Peserta didik sulit untuk mendapatkan figur yag tepat yang diteladani, yang padu antara perkatan dan perbuatannya. Akhirnya, pendidikan hanyalah sekedar transfer of knowledge (penyampaikan informasi keilmuan) yang berkisar pada tataran kognitif dan tidak mempengaruhi afektif dan psikomotorik. Kenapa hal itu bisa terjadi? Faktor yang dominannya adalah kurangnya keteladanan. Bak kata pepatah: kalau guru kencing berdiri, maka murid kencing sambil lari”. Ketiga, perhatian orangtua. Ibrahim tidak pernah membiarkan Ismail menyendiri dan menyepi. Ibrahim mengajaknya berdiskusi dan berdialog untuk membicarakan ha-hal yang mengitari permasalahan keluarga, masyarakat termasuk yang dihadapi Ismail sendiri.

Cuplikan kisahnya dalam Alquran menggambarkan betapa Ibrahim mampu melakukan komunikasi efektif dalam proses belajar dan mengajar dalam keluarganya. Contoh paling ringan adalah Ibrahim tidak pernah memaksa kehendaknya kepada anak. Dia memposisikan anak sebagai mitra, bukan ‘bawahan’, yunior, anak kecil, dan seterusnya. Ibrahim sadar betul, kalau anak didekati dengan cinta, berarti ia sedang mengajarkan bagaimana anak berkasih sayang sesama. Kalau anak dihadapi dengan lemah lembut berarti ia sedang mengajarkan bagaimana pandai memilih dan memilah kata dalam berbicara,bertutur sapa dan bertingkah laku. Kalau anak dihadapi dengan amarah, berarti ia sedang mengajarkan kekerasan kepada anaknya. Keempat, pendidikan dengan bahasa lembut dan dialogis. “Bahasa menunjukkan bangsa”, demikian kata ahli hikmah. Identitas dan kepribadian seseorang sering tercermin dalam tutur katanya. Itulah awal apa yang dinilai orang. Rupanya Ibrahim sadar betul akan esensi bahasa dalam pendidikan. Dialah sosok orangtua yang pandai memilih dan memilah kata. Anaknya diundang dalam dialog akrab dengan panggilan yaa bunayya. Menurut sebagian mufassir, bunayya menunjukkan panggilan kesayangan kepada seorang anak. Kata itu mungkin sepadan dengan “si buah hati, belahan jantung, permata hati” dan seterusnya. Panggilan ini tentukan mengakrabkan suasana, mendamaikan situasi, mendekatkan yang jauh, menyatukan hati yang berberai. Dengan itu diharapkan agar gayung bersambut terhadap titah dan saran orangtua demi kebaikan sang anak. Sekelumit dan sebagian sepak terjang kisah model pendidikan Ibrahim as semoga semakin mendekatkan kita kepada metode dan nilai pendidikan hakiki. Tidak sekedar teori di atas kertas tetapi kering dari penerapan di alam pendidikan nyata. Semoga sosok Ibrahim semakin banyak di dunia pendidikan kita. Harapan dan tujuan pendidikan juga semakin cepat terealisasi hendaknya. Amin

Sumber :
Dr. Fauzi Saleh, MA. adalah dosen pada Fak. Ushuluddin IAIN Ar-Raniry.

Sunday, February 21, 2010

MENGENAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

MENGENAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

1. Pengertian Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan ialah suatu ilmu yang merupakan bagian dari psikologi. Dalam ruang lingkup psikologi, ilmu ini termasuk psikologi khusus, yaitu psikologi yang mempelajari kekhususan dari pada tingkah laku individu.

2. Kegunaan psikologi perkembangan.
Berikut ini akan dikemukakan kegunaan psikologi perkembangan sebagai berikut:
 Dengan mempelajari psikologi, orang akan mengetahui fakta-fakta dan prinsip-prinsip mengenai tingkah laku manusia.
 Untuk memahami diri kita sendiri dengan mempelajari psikologi sedikit banyak orang akan mengetahui kehidupan jiwanya sendiri, baik segi pengenalan, perasaan, kehendak, maupun tingkah laku lainnya.
 Dengan mengetahui jiwanya dan memahami dirinya itu maka orang dapat menilai dirinya sendiri.
 Pengenalan dan pemahaman terhadap kehidupan jiwa sendiri merupakan bahan yang sangat penting untuk dapat memahami kehidupan jiwa orang lain.
 Dengan bekal pengetahuan psikologi juga dapat dipakai sebagai bahan untuk menilai tingkah laku normal, sehingga kita dapat mengetahui apakah tingkah laku seseorang itu sesuai tidak dengan tingkat kewajarannya, termasuk tingkat kenormalan tingkah laku kita sendiri.

Pengetahuan Psikiologi Perkembangan, sangat berguna bagi guru, yaitu dengan bekal psikologi perkembangan:
o Mereka dapat memilih dan memberikan materi pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik pada tiap tingkat perkembangan tertentu.
o Mereka dapat memilih metode pengajaran dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan pemahaman murid-murid mereka.

3. Pengertian perkembangan.
Objek psikologi perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai pribadi. Perkembangan pribadi manusia ini berlangsung sejak konsepsi sampai mati. Perkembangan yang dimaksud adalah proses tertentu yaitu proses yang terus menerus, dan proses yang menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali.
Istilah “perkembangan “ secara khusus diartikan sebagai perubahan-perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek mental psikologis manusia.

JENIS-JENIS DAN KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN

Elizabeth Hurlock mengemukakan jenis-jenis perubahan selama proses perkembangan dan sifat-sifat khusus dalam perkembangan.

1. Jenis-jenis perkembangan (Types of changes in Development)
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam proses perkembangan digolongkan ke dalam 4 jenis; yaitu:
 Perubahan dalam ukuran (changes in size)
 Perubahan dalam perbandingan ( changes in proportion)
 Pengertian wujud ( Disappearance of Old Features)
 Memperoleh wujud baru ( Acquisition of New Features)

2. Sifat-sifat khusus perkembangan (Characteristics of Development)
Ada beberapa sifat khusus yang dapat kita lihat dalam perkembangan. Dan hanya diambil yang jelas menunjukkan pengaruh yang besar; yaitu:
a. Perkembangan berlangsung menurut suatu pola tertentu.
b. Perkembangan berlangsung dari sifat-sifat umum ke sifat-sifat khusus.
c. Perkembangan adalah tidak terputus-putus.
d. Perbedaan kecepatan perkembangan antara kanak-kanak akan tetap berlangsung.
e. Perkembangan dari pelbagai bagian badan berlangsung masing-masing dengan kecepatan sendiri.
f. Sifat-sifat dalam perkembangan ada sangkut pautnya antara satu dengan lainnya.
g. Perkembangan dapat dikira-kirakan lebih dahulu.
h. Tiap-tiap fase perkembangan mempunyai coraknya masing-masing.
i. Apa yang disebut sikap yang menjadi persoalan kerapkali sikap biasa sesuai dengan umurnya.
j. Tiap-tiap orang yang normal akan mencapai masing-masing fasenya terakhir dalam perkembangan.

Kesimpulan :
o Pengetahuan tentang dasar-dasar perkembangan adalah sangat penting artinya bagi kita.
o Memungkinkan kita mengetahui apa yang dapat kita harap pada suatu usia, sehingga tidak terjadi harapan yang berlebihan atau mematikan pengharapan yang kedua-duanya akan berakibat tidak baik.
o Memungkinkan kita mengetahui secara tepat kapan kita harus berbuat dan apa yang harus kita buat untuk membantu pertumbuhannya, agar berlangsung dengan baik.

FASE DAN CIRI-CIRI PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN
Pendapat para Ahli mengenai periodisasi yang bermacam-macam di atas dapat digolongkan dalam tiga bagian, yaitu:
1) Periodisasi yang berdasar biologis.
Periodisasi atau pembagian masa-masa perkembangan ini didasarkan kepada keadaan atau proses biologis tertentu. Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala pertumbuhan jasmani yaitu antara fase satu dan fase kedua dibatasi oleh pergantian gigi, antara fase kedua dengan fase ketiga ditandai dengan mulai bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin.
2) Periodisasi yang berdasar psikologis.
Tokoh utama yang mendasarkan periodisasi ini kepada keadaan psikologis ialah Oswald Kroch. Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa-masa perkembangan, karena beliau yakin bahwa masa kegoncangan inilah yang merupakan keadaan psikologis yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam masa perkembangannya.
3) Periodisasi yang berdasar didaktis.
Pembagian masa-masa perkembangan sekarang ini seperti yang dikemukakan oleh Harvey A. Tilker, PhD dalam “Developmental Psycology to day”(1975) dan Elizabeth B. Hurlock dalam “Developmental Psycology”(1980) tampak sudah lengkap mencakup sepanjang hidup manusia sesuai dengan hakikat perkembangan manusia yang berlangsung sejak konsepsi sampai mati dengan pembagian periodisasinya sebagai berikut:
1. Masa Sebelum lahir (Prenatal Period)
Masa ini berlangsung sejak terjadinya konsepsi atau pertemuan sel bapak-ibu sampai lahir kira-kira 9 bulan 10 hari atau 280 hari. Masa sebelu lahir ini terbagi dalam 3 priode; yaitu:
a. Periode telur/zygote, yang berlangsung sejak pembuahan sampai akhir minggu kedua.
b. Periode Embrio, dari akhir minggu kedua sampai akhir bulan kedua.
c. Periode Janin(fetus), dari akhir bulan kedua sampai bayi lahir.

2. Masa Bayi Baru Lahir (New Born).
Masa ini dimulai dari sejak bayi lahir sampai bayi berumur kira-kira 10 atau 15 hari. Dalam perkembangan manusia masa ini merupakan fase pemberhentian (Plateau stage) artinya masa tidak terjadi pertumbuhan/perkembangan.
Ciri-ciri yang penting dari masa bayi baru lahir ini ialah:
a) Periode ini merupakan masa perkembangan yang tersingkat dari seluruh periode perkembangan.
b) Periode ini merupakan saat penyesuaian diri untuk kelangsungan hidup/ perkembangan janin.
c) Periode ini ditandai dengan terhentinya perkembangan.
d) Di akhir periode ini bila si bayi selamat maka merupakan awal perkembangan lebih lanjut.

3. Masa Bayi (Babyhood).
Masa ini dimulai dari umur 2 minggu sampai umur 2 tahun.
Masa bayi ini dianggap sebagai periode kritis dalam perkembangan kepribadian karena merupakan periode di mana dasar-dasar untuk kepribadian dewasa pada masa ini diletakkan.

4. Masa Kanak-kanak Awal (Early Chilhood).
Awal masa kanak-kanak berlangsung dari dua sampai enam tahun. Masa ini dikatakan usia pra kelompok karena pada masa ini anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu masuk kelas 1 SD.

5. Masa Kanak-kanak Akhir (Later Chilhood).
Akhir masa kanak-kanak atau masa anak sekolah ini berlangsung dari umur 6 tahun sampai umur 12 tahun. Selanjutnya Kohnstam menamakan masa kanak-kanak akhir atau masa anak sekolah ini dengan masa intelektual, dimana anak-anak telah siap untuk mendapatkan pendidikan di sekolah dan perkembangannya berpusat pada aspek intelek. Adapun Erikson menekankan masa ini sebagai masa timbulnya “sense of accomplishment” di mana anak-anak pada masa ini merasa siap untuk enerima tuntutan yang dapat timbul dari orang lain dan melaksanakan/menyelesaikan tuntutan itu. Kondisi inilah kiranya yang menjadikan anak-anak masa ini memasuki masa keserasian untuk bersekolah.
6. Masa Puber (Puberty).
Masa Puber merupakan periode yang tumpang tindih Karena mencakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Yaitu umur 11,0 atau 12,0 sampai umur 15,0 atau 16,0.
Kriteria yang sering digunakan untuk menentukan permulaan masa puber adalah haid yang pertama kali pada anak perempuan dan basah malam pada anak laki-laki.
Ada empat perubahan tubuh yang utama pada masa puber, yaitu:
i. Perubahan besarnya tubuh.
ii. Perubahan proporsi tubuh.
iii. Pertumbuhan ciri-ciri seks primer.
iv. Perubahan pada ciri-ciri seks sekunder.

8. Masa Dewasa Awal (Early Adulthood).
Masa dewasa adalah periode yang paling penting dalam masa khidupan, masa ini dibagi dalam 3 periode yaitu: Masa dewasa awal dari umur 21,0 sampai umur 40,0. Masa dewasa pertengahan, dari umur 40,0 sampai umur 60,0. dan masa akhir atau usia lanjut, dari umur 60,0 sampai mati.
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas san penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.

9. Masa Dewasa madya ( Middle Adulthood).
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai umur enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial pada masa ini antara lain:
a) Masa dewasa madya merupakan periode yang ditakuti dilihat dari seluruh kehidupan manusia.
b) Masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu periode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru.
c) Masa dewasa madya adalah masa berprestasi. Menurut Erikson, selama usia madya ini orang akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya mereka berhenti (stagnasi).
d) Pada masa dewasa madya ini perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.

10. Masa Usia Lanjut ( Later Adulthood).
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dri umur enam puluh tahun sampai mati, yang di tandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN
Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila mereka gagal akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.
Adapun yang menjadi sumber dari pada tugas-tugas perkembangan tersebut menurut Havighurst adalah: Kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Pembagian tugas-tugas perkembangan untuk masing-masing fase dari sejak masa bayi sampai usia lanjut dikemukakan oleh Havighurst sebagai berikut:
1. Masa bayi dan anak-anak
 Belajar berjalan
 Belajar mekan makanan padat
 Belajar berbicara
 Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
 Mencapai stabilitas fisiologik
 Membentuk pengertian sederhana tentang realitas fisik dan sosial
 Belajar kontak perasaan dengan orang tua, keluarga, dan orang lain
 Belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan kata hati
2. Masa Anak Sekolah
 Belajar ketangkasan fisik untuk bermain
 Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organism yang sedang tumbuh
 Belajar bergaul yang bersahabat dengan anak-anak sebaya
 Belajar peranan jenis kelamin
 Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung
 Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan kehidupan sehari-hari
 Mengembangkan kata hati moralitas dan skala nilai-nilai
 Belajar membebaskan ketergantungan diri
 Mengembangkan sikap sehat terhadap kelompok dan lembga-lembaga
3. Masa Remaja
 Menerima keadaan jasmaniah dan menggunakannya secara efektif
 Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai pria/wanita
 Menginginkan dan mencapai perilaku social yang bertanggung jawab social
 Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
 Belajar bergaul dengan kelompok anak-anak wanita dan anak-anak laki-laki
 Perkembangan skala nilai
 Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih adekwat
 Persiapan mandiri secara ekonomi
 Pemilihan dan latihan jabatan
 Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
4. Masa Dewasa Awal
 Mulai bekerja
 Memilih pasangan hidup
 Belajar hidup dengan suami/istri
 Mulai membentuk keluarga
 Mengasuh anak
 Mengelola/mengemudikan rumah tangga
 Menerima/mengambil tanggung jawab warga Negara
 Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan
5. Masa Usia Madya/Masa Dewasa Madya
 Menerima dan menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik dan fisiologis
 Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai individu
 Membantu anak-anak remaja belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berbahagia
 Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir pekerjaan
 Mengembangkan kegiatan-kegiatan pengisi waktu senggang yang dewasa
 Mencapai tanggung jawab sosial dan warga Negara secara penuh.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN
Persoalan mengenai faktor-faktor apakah yang memungkinkan atau mempengaruhi perkembangan, dijawab oleh para ahli dengan jawaban yang berbeda-beda.
Para ahli yang beraliran “Nativisme” berpendapat bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh unsur pembawaan. Jadi perkembangan individu semata-mata tergantung kepada faktor dasar/pembawaan. Tokoh utama aliran ini yang terkenal adalah Scopenhauer.
Berbeda dengan aliran Nativisme, para ahli yag mengikuti aliran “Empirisme” berpendapat bahwa perkembangan individu itu sepenuhnya ditentukan oleh faktor lingkungan/pendidikan, sedangkan faktor dasar/pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Aliran empririsme ini menjadikan faktor lingkungan/pembawaan maha kuasa dalam menentukan perkembangan seseorang individu. Tokoh aliran ini adalah John Locke.
Aliran yang tampak menengahi kedua pendapat aliran yang ekstrim di atas adalah aliran “Konvergensi” dengan tokohnya yang terkenal adalah Willian Stern. Menurut aliran Konvergensi, perkembangan individu itu sebenarnya ditentukan oleh kedua kekuatan tersebut. Baik faktor dasar/pebawaan maupun factor lingkungan/pendidikan keduanya secara convergent akan menentukan/mewujudkan perkembangan seseorang individu. Sejalan dengan pendapat ini, Ki Hajar Dewantoro, tokoh pendidikan nasional juga mengemukakan adanya dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu yaitu faktor dasar/pembawaan (faktor internal) dan faktor ajar/lingkungan (faktor eksternal).
Manurut Elizabeth B. Hurlock, baik faktor kondisi internal maupun faktor kondisi eksternal akan dapat mempengaruhi tempo/kecepatan dan sifat atau kualitas perkembangan seseorang. Tetapi sejauh mana pengaruh kedua faktor tersebut sukar untuk ditentukan, terlebih lagi untuk dibedakan mana yang penting dan kurang penting. Tetapi bailklah beberapa diantara faktor faktor-faktor tersebut ditinjau:
1. Intelligensi
Intellegensi merupakan faktor yang terpenting. Kecerdasan yang tinggi disertai oleh perkembangan yang cepat, sebaliknya jika kecerdasan rendah, maka anak akan terbelakang dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Berdasarkan penelitian Terman LM (Genetic studies of Genius) dan Mead TD (The age of walking and talking in relation to general intelligence) telah dibuktikan adanya pengaruh intellegensi terhadap tempo perkembangan anak terutama dalam perkembangan berjalan dan berbicara.
2. Seks
Perbedaan perkembangan antara kedua jenis seks tidak tampak jelas. Yang nyata kelihatan adalah kecepatan dalam pertumbuhan jasmaniyah. Pada waktu lahir anak laki-laki lebih besar dari perempuan, tetapi anak perempuan lebih cepat perkembangannya dan lebih cepat pula dalam mencapai kedewasaannya dari pada anak laki-laki.
Anak perempuan pada umumnya lebih cepat mencapai kematangan seksnya kira-kira satu atau dua tahun lebih awal dan pisiknya juga tampak lebih cepat besar dari pada anak laki-laki. Hal ini jelasa pada anak umur 9 sampai 12 tahun.
3. Kelenjar-kelenjar
Hasil penelitian di lapangan indoktrinologi (kelenjar buntu) menunjukkan adanya peranan penting dari sementara kelenjar-kelenjar buntu ini dalam pertumbuhan jasmani dan rohani dan jelas pengaruhnya terhadap perkembangan anak sebelum dan sesudah dilahirkan.
4. Kebangsaan (ras)
Anak-anak dari ras Meditarian (Lautan tengah) tumbuh lebih cepat dari anak-anak eropa sebelah timur. Amak-anak negro dan Indian pertumbuhannya tidak terlalu cepat dibandingkan dengan ank-anak kulit putih dan kuning.
5. Posisi dalam keluarga
Kedudukan anak dalam keluarga merupakan keadaan yang dapat mempengaruhi perkembangan. Anak kedua, ketiga, dan sebagainya pada umumnya perkembangannya lebih cepat dari anak yang pertama. Anak bungsu biasanya karena dimanja perkembangannya lebih lambat.
Dalam hal ini anak tunggal biasanya perkembangan mentalitasnya cepat, karena pengaruh pergaulan dengan orang-orang dewasa lebih besar.
6. Makanan
Pada tiap-tiap usia terutama pada usia yang sangat muda, makanan merupakan faktor yang penting peranannya dalam pertumbuhan dan perkembangan. Bukan saja makanannya, tetapi isinya yang cukup banyak mengandung gizi yang terdiri dari pelbagai vitamin. Kekurangan gizi/vitamin dapat menyebabkan gigi runtuh, penyakit kulit dan lain-lain penyakit.
7. Luka dan penyakit
Luka dan penyakit jelas pengaruhnya kepada perkembangan, meskipun terkadang hanya sedikit dan hanya menyangkut perkembangan fisik saja.
8. Hawa dan sinar
Hawa dan sinar pada tahun-tahun pertama merupakan faktor yang penting. Terdapat perbedaan antara anak-anak yang kondisi lingkungannya baik dan yang buruk.
9. Kultur (budaya)
Penyelidikan Dennis di kalangan orang-orang Amerika dan Indiana menunjukan bahwa sifat pertumbuhan anak-anak bayi dari kedua macam kultur adalah sama. Ini menguatkan pendapat bahwa sifat-sifat anak bayi itu adalah universal dan bahwa budayalah yang kemudian merubah sejumlah dasar-dasar tingkah laku anak dalam proses perkembangannya. Yang termasuk faktor budaya disini selain budaya masyarakat juga di dalamnya termasuk pendidikan, agama, dsb.
Elizabeth B. Hurlock juga mengemukakan beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya perkembangan (Cause of Development) yaitu:
1. Kematangan (Maturation)
Perkembangan fisik dan mental adalah sebagian besar akibat dari pada kodrat yang telah menjadi bawaan dan juga dari pada latihan dan pengalaman si anak. Kodra ini diperoleh dari turunan perkembangan (Heredity Endownment) dan menimbulkan pertumbuhan yang terlihat, meskipun tanpa dipengaruhi oleh sebab-sebab nyata dari lingkungan.
Pertumbuhan karena kodrat terkadang timbulnya secara sekonyongkonyong. Rambut tumbuh di muka, suara berubah dengan tiba-tiba. Sikapnya terpengaruh antara lain terhadap seks lain, yang berkembang menjadi kegila-gilaan gadis atau kegila-gilaan pemuda sebagai kebalikan dari kebencian yang ditujukan pada masa sebelumnya (Masa Pueral).
Pada anak-anak sering terlihat, tiba-tiba anak itu dapat berdiri, berbicara, dan sebagainya yang terkadang setelah seseorang berpendapat bahwea anak-anak itu sangat terbelakang dalam pekembangannya.
2. Belajar dan latihan (Learning)
Sebab terjadinya perkembangan yang kedua adalah dengan melalui proses belajar atau dengan latihan. Disini terutama termasuk usaha anak sendiri baik dengan atau tidak dengan melalui bantuan orang dewasa.
3. Kombinasi kematangan dan belajar (Interaction of Maturation and Learning)
Kedua sebab kematangan dan belajar atau altihan itu tidak berlangsung sendiri-sendiri, tetapi bersama-sama, bantu membantu. Biasanya melalui suatu latihan yang tepat dan terarah dapat menghasilkan perkembangan yang maksimum, tetapi terkadang meskipun bentuan kuat dan usahanya efektif tidak berhasil seperti yang diharapkan, jika batas perkembangannya lekas tercapai atau daya berkembangnya sangat terbatas.
Kematangan selain berfungsi sebagai pemberi bahan mentah yang berupa potensi-potensi yang siap untuk dilatih/dikembangkan juga sebagai penentu batas atau kualitas perkembangan yang akan terjadi. Kematangan itu dalam periode perkembangan tidak hanya dicapai setelah lahir, tetapi sebelum lahir juga ada kematangan; bedanya ialah bahwa kematangan dalam masa sebelum lahir hanya dipengaruhi kodrat dan tidak memerlukan latihan.
Kematangan suatu sifat sangat penting bagi seorang pengasuh atau pendidik untuk mengetahuinya, karena pada tingkat itulah si anak akan memberikan reaksi yang sebaik-baiknya terhadap semua usaha bimbingan atau pendidikan yang sesuai bagi mereka.
Telah banyak percobaan-percobaan diadakan untuk mengetahui sampai dimana seorang anak dapat berkembang hanya atas dasar kodrat dan sejauh mana atas dasar pengajaran/pengalaman. Hasilnya antara lain:
a. Pada tahun-tahun pertama “kematangan” ini penting karena memungkinkan pengajaran/pelatihan.
b. Dalam hal perkembangan phylogenetic tidak terdapat perbedaan di antaraanak kembar dan anak yang berbeda rasnya (Nego dan Amreika misalnya).
c. Berlangsungnya secara bersama-sama antara pertumbuhan kodrat (kematangan) dengan pengajaran/latihan adalah sangat menguntungkan bagi perkembangan anak.
HUKUM-HUKUM PERKEMBANGAN
Perkembangan fisik dan mental disamping dipengrauhi oleh factor-faktor tersbut diatas, juga perkembangan itu berlangsung menurut hukkum-hukum tertentu.
Adapun hukum-hukum perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Hukum Konvergensi
Hukum Konvergensi ini menekankan kepada pengaruh gabungan antara pembawaaan dan lingkungan. Tokoh yang berpendapat demikian adalah Willian Stern yang menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan itu adalah hasil pengaruh bersama kedua unsur pembawaan dan lingkungan. Kedua pengaruh tersebut dapat dimisalkan gambarannya sebagai berikut:
a b c





Dari gambar di atas dapat dilihat adanya Saling pengaruh kedua faktor pembawaan dan lingkungan.
2. Hukum Mempertahankan dan Mengembangkan Diri
Sebagai makhluk hidup, manusia mempunyai dorongan/.hasrat untuk mempertahankan diri. Hal ini terwujud pada usaha makan ketika lapar, menyelanatkan diri apabila ada bahaya.
Pada anak kecil usaha ini diwujudkan dengan menangis, apabila lapar, haus, rasa tidak enak badan, dan sebagainya, kemudian si ibu akan tanggap dengan tanda-tanda tersebut.
Dari usaha untuk memepertahankan diri berlanjut menjadi usaha untuk mengembangkan diri.
Pada anak-anak biasanya terlihat rasa ingin tahunya itu besar sekali, sehingga ank-anak tidak hentin-hentinya bertanya mengenai suatu hal dan dirinya akan merasa senang apabila dunianya diisi dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang didapat dari sekelilingnya. Melalui kegiatan bermain, berkumpul dengan teman, bercerita dan sebagainya itu dapat dianggap sebagai dorongan untuk mengembangkan diri.
3. Hukum Masa Peka
Masa peka ialah masanya suatu fungsi mudah/peka untuk dikembangkan. Masa peka merupakan masa yang terjadi nya dalam perkembangan pada saat-saat tertentu. Misalnya anak usia satu sampai dua tahun yang mengalami masa peka untuk berbicara dan meniru sehingga apa yang diajarkan mudah diikuti dan berhasil dengan baik.
4. Hukum Kesatuan Organis
Yang dimaksud dengan hukum kesatuan organis disini adalah bahwa berkembangnya fungsi fisik maupun mental psikologis pada diri manusia itu tidk berkembang lepas satu sama lainnya tetapi merupakan suatu kesatuan.
5. Hukum Rekapitulasi
Merupakan pengulangan ringkasan dari kehidupan suatu bangsa yang berlangsung secara lambat selama berabd-abad. Dengan hokum ini berarti perkembangan jiwa anak itu merupakan ulangan dan adanya persamaan dengan kehidupan sebelumnya (yang dilakukan oleh nenek moyang)
Dapat dibagi dalam beberapa masa:
a. Masa berburu dan menyamun
Anak usia sekitar 8 tahun senang bermain kejar-kejaran, perang-perangan, menangkap binatang (capung, kupu-kupu, dsb)
b. Masa mengembala
Anak usia sepuluh tahun senang memelihara binatang seperti ayam, kucing, burung, anjing, dsb.
c. Masa bercocok tanam
Masa ini dialami oleh anak sekitar umur dua belas tahun, dengan tanda-tanda sengan berkebun, menyiram bunga.
d. Masa berdagang
Anak senang bermain jual-jualan, tukar menukar foto, perangko, berkiriman surat dengan teman-teman maupun sahabat pena.
6. Hukum Tempo Perkembangan
Ialah bahwa tiap anak mempunyai tempo kecepatan dalam perkembangannya sendiri-sendiri. Ada anak yang perkembangannya lebih cepat dari anak lainnya.
7. Hukum Irama Perkembangan
Berlaku terhadap perkembangan setiap orang baik menyangkut perkembangan jasmani maupun rohani. Hal ini berlangsung silih berganti, terkadang teratur, terkadang juga tidak. Adakalanya tenang, adakalanya goncang, tergantung dari irama perkembangan masing-masing individu tersebut.
Pada umur tiga sampai lima tahun seorang anak biasanya mengalami irama goncangan sehingga sukar diatur, suka membangkang, tetapi setelah itu anak bisa tenang kembali.

Daftar Temuan