Anggota keluarga yang datang untuk konseling biasanya memerlukan bantuan karena krisis yang tidak dapat mereka tangani sendiri. Krisis tersebut dapat dilihat dari persamaan berikut ini:
abc=x
a. = Peristiwa atau situasi yang membuat stres
b. = Sumber-sumber kekuatan dalam keluarga
c. = Cara anggota keluarga memandang situasi yang terjadi
Secara bersama-sama, ketiga poin tersebut menentukan keseriusan krisis yang mereka alami, yaitu x.
Dari gambaran di atas, konseling keluarga akan mencakup:
a) Membantu anggota keluarga mengurangi stres/tekanan,
b) Memberikan cara bagaimana menangani krisis dengan lebih baik,
c) Menolong melihat situasi dari sudut pandang yang baru atau berbeda.
Pendekatan kepada setiap keluarga harus dilakukan secara berbeda-beda karena setiap tekanan yang dialami setiap keluarga adalah unik. Setiap keluarga juga mempunyai kemampuannya sendiri-sendiri dalam mempelajari keterampilan baru untuk mengatasinya, karena masing-masing anggota keluarga mempunyai tingkat kematangan spiritual dan emosi yang berbeda.
Karena keunikan ini, maka tidak mudah merangkum penyebab-penyebab dari masalah keluarga dalam beberapa kalimat saja. Namun bagi kebanyakan keluarga, beberapa faktor di bawah ini adalah penyebab masalah keluarga yang sering kali timbul:
1. Kurangnya Kemampuan Berinteraksi Antarpribadi dalam Menanggulangi Masalah.
Dalam usahanya untuk menghadapi masa transisi dan krisis, banyak keluarga mengalami kesulitan menangani karena kurangnya pengetahuan, kemampuan, dan fleksibilitas untuk berubah. Menurut seorang konselor yang berpengalaman, keluarga yang mengalami kesulitan beradaptasi sering kali berkutat pada halangan-halangan yang ada dalam keluarga. yaitu sikap dan tingkah laku yang menghambat fleksibilitas dan menghalangi penyesuaian kembali dengan situasi yang baru. Jenis halangan-halangan tersebut dapat muncul dengan tipe yang berbeda- beda:
җ Halangan dalam komunikasi timbul jika masing-masing anggota keluarga tidak tahu bagaimana mereka harus membagikan perasaan mereka dengan anggota keluarga lainnya atau bagaimana mengungkapkan perasaan mereka dengan jelas. Beberapa keluarga mempunyai topik-topik pembicaraan yang dianggap tabu. Mereka tak pernah membicarakan tentang uang, seks, hal-hal rohani, atau perasaan mereka. Sementara itu keluarga yang lain tak pernah tertawa selama mereka di rumah, jarang berbicara tentang apa yang mereka pikirkan, tidak dapat mendengarkan orang lain, atau tidak dapat berkomunikasi tanpa berteriak atau tanpa menggunakan sarkasme dan bentuk-bentuk komunikasi lain yang merusak. Ada juga keluarga yang menyampaikan pesan ganda, kata-kata mereka mengungkapkan satu hal tetapi tindakan mereka berkata lain. Hal yang sulit bagi sebuah keluarga untuk menghadapi krisis adalah jika masing-masing dari anggota keluarga tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
җ Halangan dalam hal keakraban/kedekatan merupakan ciri dari keluarga yang mempunyai hubungan yang tidak erat satu sama lain. Kadang-kadang anggota keluarga merasa takut untuk bersikap akrab. Mereka jarang meluangkan waktu untuk bersama-sama, tidak saling percaya atau tidak menghormati anggota keluarga yang lain, jarang berbagi masalah, dan punya kesulitan dalam menangani krisis karena mereka tidak pernah belajar untuk bekerja sama dengan akrab.
җ Halangan dalam hal aturan keluarga yang tidak tertulis, bahkan sering kali tidak dikatakan, namun biasanya merupakan hukum-hukum yang diterima tentang siapa tidak boleh melakukan apa. Hampir semua keluarga tidak mempunyai aturan yang baku sehingga hal ini sering kali membingungkan terutama bagi anak-anak. Ada juga keluarga yang mempunyai aturan yang kaku sehingga menghambat pertumbuhan individu-individu dalam keluarga. Keluarga yang religius, keluarga yang ingin maju secara sosial, keluarga yang mempunyai paling sedikit satu anggota tetap, keluarga militer, dan beberapa keluarga minoritas lainnya diidentifikasikan sebagai keluarga yang sering kali mempunyai aturan kuat yang dapat mencegah fleksibilitas, mengabaikan sumber-sumber pertolongan dari luar, dan menghambat kemampuan untuk mengatasi masalah pada saat-saat tekanan terjadi dalam keluarga.
җ Halangan sehubungan dengan sejarah keluarga, termasuk rahasia keluarga yang tidak boleh diungkapkan oleh anggota keluarga atau berita-berita yang "tidak didiskusikan oleh keluarga." Kadang-kadang anggota keluarga menyembunyikan rahasia-rahasianya dari anggota keluarga lainnya -- misalnya kehamilan yang tidak sah, anak cacat yang diaborsi, pernikahan dini dan perceraian, atauhutang yang tidak dibicarakan. Sikap seperti ini akan membuat beberapa anggota keluarga bersikap berjaga-jaga, sementara yang lainnya merasa curiga akan adanya sesuatu yang tidak mereka ketahui. Kadang-kadang rahasia tersebut diketahui oleh seluruh anggota keluarga tetapi mereka merahasiakannya terutama untuk menjaga kehormatan keluarga. Semuanya ini akan menghalangi kejujuran untuk mengatasi krisis dimana faktor kejujuran sangat penting.
җ Halangan mengenai tujuan yang berhubungan dengan masalah ekonomi, akademis, sosial, politik, atau tujuan-tujuan lainnya yang ditetapkan oleh beberapa anggota keluarga bagi mereka sendiri atau bagi anggota keluarga yang lain. Ada seorang pendeta yang mengharuskan ketiga anak laki-lakinya masuk dalam pelayanan. Ketika seorang dari mereka memberontak secara terang-terangan atas keinginan ayahnya ini, dan yang satunya menolak tapi dengan sikap pasif, maka sang pendeta menanggapinya dengan penuh kemarahan. Mempunyai cita-cita dan ambisi keluarga merupakan hal yang sehat, tetapi jika tujuan dan ambisi tersebut dipertahankan secara kaku atau ketika seorang anggota keluarga menetapkan cita-cita bagi anggota yang lain, hal ini justru akan menimbulkan kesulitan terutama ketika hasil yang dicapai tidak seperti yang diharapkan. Hidup jarang sekali berjalan dengan mulus dan keluarga yang tidak mampu menyesuaikan cita-cita yang dimiliki sering kali terlibat dalam masalah-masalah keluarga.
җ Halangan mengenai nilai-nilai yaitu cara berpikir yang sebelumnya diterima keluarga tetapi kemudian ditolak oleh salah satu/banyak anggota keluarga lainnya. "Semua keluarga kita masuk ke perguruan tinggi", "Perempuan dalam keluarga kita tidak boleh bekerja diluar rumah", "Tidak boleh ada anggota keluarga kita yang minum-minuman keras", "Semua orang dalam keluarga kita adalah Presbiterian", merupakan contoh nilai-nilai yang dipegang teguh namun sering kali ditentang oleh beberapa anggota keluarga, terutama anggota keluarga yang lebih muda. Ketika keluarga tidak mau atau mampu beradaptasi dengan perubahan, konflik sering kali timbul. Dari daftar halangan di atas, mungkin bisa ditambahkan halangan-halangan yang berhubungan dengan orang ketiga ((triangulation) dan pelimpahan kesalahan (detouring). Dua istilah teknis tersebut menggambarkan tingkah laku yang seringkali nampak dalam keluarga. Triangle atau segitiga adalah kelompok tiga orang dimana dua anggotanya mengucilkan anggota yang ketiga. Ibu dan anak perempuannya misalnya, membentuk suatu koalisi melawan sang ayah. Salah satu dari pasangan suami-istri merangkul salah satu dari anaknya untuk melawan pasangannya. Kadang-kadang seorang suami dapat bersekutu dengan wanita simpanannya untuk melawan istrinya. Keluarga triangulasi seperti ini jarang sekali berfungsi dengan baik. Pelimpahan kesalahan (detouring) adalah istilah lain dari mencari 'kambing hitam'. Dengan mengkritik anak laki-lakinya yang memberontak, anak perempuannya yang menolak untuk makan, atau guru sekolah yang tidak kompeten, dapat membuat kedua orang tua terus sibuk beradu argumen satu sama lain. Masalah yang lebih mendasar, seperti konflik perkawinan, dikesampingkan atau diabaikan sehingga dua pasangan tersebut berjuang bersama melawan musuh mereka. Masalah "detouring" ini kelihatannya menjadi masalah yang sering muncul dalam keluarga-keluarga di gereja. Memerangi dosa, atau terlibat dalam politik gereja, untuk sementara waktu dapat membuat anggota keluarga melupakan rasa sakitnya sehubungan dengan masalah serius yang sedang dihadapi keluarga mereka.
2. Kurangnya Komitmen Terhadap Keluarga.
Menjadi sangat sulit untuk membangun kebersamaan keluarga dan menangani masalah jika satu atau lebih dari anggota keluarga tidak mempunyai keinginan atau waktu untuk terlibat. Orang-orang dimotivasi oleh karir bekerja dalam perusahaan yang mengharapkan pekerjanya memberikan 100% komitmen. Pekerjaan yang dilakukan menuntut kesediaan mereka bekerja keras dan dalam waktu yang panjang bagi "keluarga" perusahaan.
Para pekerja ini seringkali kehabisan energi untuk membangun hubungan dalam keluarga mereka sendiri atau untuk menangani masalah-masalah yang berubah dari waktu ke waktu. Konselor yang menangani masalah keluarga kadang-kadang berjuang dengan masalah etika saat ia harus memaksa anggota keluarga yang enggan berpartisipasi untuk memecahkan masalah keluarga. Sering anggota keluarga yang sibuk tersebut dapat dibujuk untuk datang paling tidak untuk satu pertemuan, dan waktu-waktu tersebut merupakan sarana untuk membujuknya memberikan komitmen lebih besar terhadap isu-isu dalam keluarga.
Namun, sering juga konselor keluarga harus bekerjasama dengan anggota keluarga yang bersedia saja, karena menyadari bahwa menangani anggota keluarga yang terlalu sibuk dan tidak memiliki motivasi untuk terlibat akan lebih sulit.
3. Peran yang Kurang Jelas dari Anggota Keluarga.
Setiap keluarga menetapkan peran masing-masing anggotanya. Beberapa peran ini termasuk aktivitas; misalnya siapa yang akan membuang sampah keluar rumah, siapa yang mencatat keuangan, siapa yang memasak, atau siapa yang membawa anak-anak ke dokter gigi. Peran lain bersifat emosional; seperti beberapa anggota menjadi pemberi semangat, menjadi penghibur, pemecah masalah, atau penasihat masalah etika. Biasanya peran-peran dimulai perlahan-lahan di awal perkawinan tetapi kadang-kadang timbul konflik tentang siapa yang akan melakukan apa. Konflik ini akan meruncing jika masing-masing anggota memegang perannya secara kaku atau kalau ada kebingungan peran.
Ahli psikologi, Paul Vitz, akhir-akhir ini mengadakan penelitian ulang terhadap buku-buku pegangan yang digunakan di sekolah dasar. Pada hampir lima belas ribu halaman dari buku-buku yang ditelitinya tersebut tak satupun yang menyinggung tentang hal keagamaan dan gambaran tentang keluarga diberikan secara samar-samar. Salah satu dari buku pegangan itu mendefinisikan keluarga sebagai "sekelompok orang" dan di dalam buku-buku itu istilah "suami" atau "istri" tak pernah digunakan, istilah "perkawinan" hanya disinggung satu kali saja, istilah "ibu rumah tangga" tidak ditemukan, dan tidak disinggung satupun peran traditional gender (jenis kelamin) dalam keluarga secara jelas.
Keluarga memang sedang mengalami perubahan. Model keluarga lama dimana perempuan menikah sekali untuk selamanya kepada seorang pria, kemudian bekerja sama dengan pasangannya membesarkan dua atau tiga anak-anaknya, merupakan gambaran keluarga yang semakin jarang dilihat dalam kebudayaan kita sekarang ini. Lebih sering kita melihat keluarga dengan orang tua tunggal; ketidakstabilan perkawinan yang menjurus pada perceraian, pernikahan lagi (remarriage) dan pembentukan keluarga tiri; hubungan orang tua - anak yang terbalik dimana yang masih muda mengadopsi tingkah laku sebagai orang tua (memelihara, mendukung, atau merawat) dan orang tua berusaha menyenangkan anak-anaknya atau mencari persetujuan dari anaknya; koalisi orang tua - anak dimana masing-masing pasangan bersekutu dengan satu atau dua anak-anaknya untuk melawan pasangannya. atau hubungan orang tua - anak yang terlalu ikut campur sehingga orang tua terperangkap dalam aktivitas-aktivitas anak, urusan sekolah, dan gaya hidup anak. Jadi bukanlah hal yang mengherankan bila ada beberapa anggota keluarga, termasuk anak-anak, yang merasa bingung dengan peran yang harus dijalankannya dan tidak mampu berbuat apa-apa ketika krisis menciptakan tekanan, dan tak seorang pun tahu siapa yang seharusnya melakukan apa.
4. Kurangnya Kestabilan Lingkungan.
Masalah-masalah yang terjadi dalam keluarga kerap kali berasal dari luar rumah. Kita telah membahas tentang berbagai krisis, perubahan pandangan sosial tentang keluarga, dan tekanan pekerjaan yang membuat kekacauan di beberapa keluarga. Televisi telah merubah pola komunikasi dalam rumah tangga, karena menggantikan rasa kebersamaan, dan menyajikan banyak program yang memberikan gambaran negatif tentang keluarga. Selain itu ditambah dengan maraknya gerakan-gerakan, penggabungan perusahaan, kehilangan pekerjaan yang tidak diharapkan atau trend ekonomi yang membuat beberapa anggota keluarga terpaksa berada jauh dari keluarga mereka untuk bekerja. Hal lain yang menambah ketidakstabilan jika kedapatan adanya penyakit AIDS di anggota keluarga, keputusan dari satu anggota keluarga (sering kali adalah si ayah) untuk lari dan meninggalkan rumah, munculnya kekerasan dalam rumah tangga, penggunaan obat-obatan atau alkohol, atau adanya campur tangan keluarga mertua dan orang-orang lain yang dapat mengganggu kestabilan keluarga.
Artikel di atas diterjemahkan dari sumber -*-:
Judul Buku: Christian Counseling, a Comprehensive Guide
Penulis : Gary R. Collins, Ph.D.
Penerbit : Word Publishing
Halaman : 440 - 442
*TELAGA *-*-*-*-*-*--*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TELAGA*
Konflik sudah menjadi bagian dari pengalaman setiap keluarga, namun apa penyebab konflik itu? Bagaimana kita sebagai pasangan Kristen dapat menghadapi atau mengatasi konflik itu? Simak tanya-jawab dengan Dr. Paul Gunadi berikut ini:
-*- MENGATASI KONFLIK DALAM RUMAH TANGGA -*-
T: Dalam kehidupan rumah tangga, dengan latar belakang suami-istri yang berbeda, tentu ada konflik yang kadang-kadang muncul. Sering kali lebih gampang memunculkan konflik daripada mengatasinya. Kami ingin tahu terlebih dahulu, apa yang menjadi sumber-sumber konflik atau penyebab konflik itu, Pak?
J: Sudah tentu kalau membicarakan sumber konflik kita dapat menemukan daftar yang panjang sekali. Tapi saya kira hampir semua atau kebanyakan konflik mempunyai satu tema yang serupa, yaitu kita merasa pasangan kita tidak lagi seperti yang kita harapkan. Dengan kata lain, kita sering mendengar orang berkata: "Engkau tidak hidup seperti yang aku harapkan." Bentuk dan wujudnya bisa berbeda-beda, tapi saya kira salah satu akarnya adalah ini.
------
T: Mungkin harapan kita terhadap pasangan kita terlalu tinggi atau kita tidak pernah mengomunikasi harapan itu kepadanya.
J: Nah, di sini muncul satu kata kunci yaitu harapan. Jadi, saya percaya setiap kita ketika menikah sebenarnya membawa sekantong harapan yang akhirnya kita bebankan pada pasangan kita untuk dipenuhi. Nah, kita boleh menyadarinya atau tidak, tetapi yang pasti kita masuk ke pernikahan membawa harapan-harapan ini.
------
T: Tapi, apakah harapan itu seharusnya dikomunikasikan untuk mengurangi tingkat konflik itu?
J: Seyogyanya sebelum menikah, suami dan istri dapat membicarakan apa-apa yang diharapkan. Harapan-harapan itu dikomunikasikan dan mulai mencoba memenuhinya, kalau tidak bisa memenuhinya perlu dibicarakan atau dikompromikan. Memang kita tidak bisa membicarakan harapan dengan tuntas tapi setidak-tidaknya harus ada sebagian besar atau garis besar harapan yang telah terungkapkan. Yang berbahaya adalah kalau harapan-harapan ini tidak pernah dibicarakan, karena ada anggapan ini tidak penting atau nanti akan beres dengan sendirinya. Lalu mereka menikah. Setelah menikah barulah harapan-harapan itu muncul karena harapan-harapan tersebut ternyata memang ada. Waktu harapan-harapan itu tidak dipenuhi kita menjadi sangat jengkel.
------
T: Lalu bagaimana kalau sudah sama-sama marah ... emosi biasanya lebih dahulu mengendalikan kita, ya?
J: Betul. Nah, pada waktu marah, yang penting adalah kita menyadari bahwa kita marah sebetulnya karena kita menganggap pasangan kita gagal memenuhi tuntutan kita dan yang satunya akan berkata kita gagal untuk mengerti dia. Akhirnya kita menganggap kegagalan memenuhi tuntutan dan kegagalan mengerti sebagai suatu pelanggaran. Nah, kita akan masuk ke firman Tuhan untuk melihat metode penyelesaiannya. Saya akan membuka Galatia 6:1,"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan."
Kata pelanggaran yang digunakan dalam ayat tersebut sebetulnya berarti jatuh atau mengambil langkah yang salah. Memang dalam konteks Galatia 6, yang sedang dibicarakan Paulus adalah kejatuhan manusia ke dalam dosa. Namun konsep ini bisa diterapkan juga dalam keluarga, jadi maksud saya adalah pasangan kita atau anak kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan kita. Apa yang harus kita lakukan ketika menemukan pasangan atau anak kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan atau harapan kita? Yang pertama adalah Tuhan tidak memerintahkan kepada kita untuk memarah-marahi pasangan kita atau anak kita. Firman Tuhan malah meminta kita harus memimpin orang itu ke jalan yang benar. Kata memimpin ke jalan yang benar sebetulnya berasal dari istilah medis dalam bahasa aslinya. Istilah medis yang diterjemahkan menjadi merestorasi, memulihkan, atau mengembalikan ke keadaan semula. Istilah medis sesungguhnya berarti meluruskan tulang yang patah, jadi Tuhan meminta kita untuk meluruskan tulang yang patah itu atau orang yang gagal hidup sesuai dengan harapan yang kita minta darinya. Jadi inilah langkah yang Tuhan minta.
Berikutnya adalah Tuhan memberikan syaratnya, siapa yang boleh memimpin orang ke jalan yang benar? Tuhan berkata 'orang yang rohani'. Saya mengambil definisi 'orang yang rohani' dari Galatia 5:22-23 yang kita juga sudah kenal, yaitu orang yang mempunyai buah Roh, yaitu kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Ayat 25 berkata bahwa jika kita hidup oleh Roh baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh. Jadi maksud 'orang yang rohani' adalah orang yang hidupnya dipimpin oleh Roh.
------
T: Salah satu buah Roh yang disebutkan adalah kelemahlembutan. Biasanya di dalam pertengkaran kalau ada salah satu yang mulai bersikap lemah lembut, konflik itu akan cepat diredakan.
J: Tepat sekali Pak. Jadi Tuhan menambahkan syarat perawatannya yaitu dilakukan dalam roh lemah lembut, bukankah tulang yang retak kalau diperlakukan dengan kasar malah patah.
Jadi orang yang dalam keadaan gagal atau jatuh kita marah-marahi atau perlakukan dengan kasar, biasanya makin parah. Termasuk pasangan atau bahkan anak-anak kita, waktu mereka jatuh kalau kita kasari, mereka makin parah. Kenapa Tuhan meminta kita untuk bersikap lemah lembut? Karena kita semua sama-sama rawannya, jadi Tuhan berkata agar kita sama-sama menjaga diri supaya jangan kena pencobaan.
-*- MENGATASI KELUARGA YANG SERING BERTENGKAR -*-
Problem Menggejala Dalam:
-------------------------
o Pertengkaran yang terjadi disebabkan oleh hal-hal yang sepele dan yang tidak berarti apa-apa.
o Komunikasi yang saling melukai.
o Lelah dengan kehidupan sehingga muncul keinginan untuk saling menghindar, bahkan pada saat pertengkaran muncul ide perceraian.
o Anak-anak yang bermasalah.
o Penyelewengan dan ketidaksetiaan dalam pernikahan.
Penyebab:
---------
o Kebiasaan memaksakan kehendak.
o Kepribadian ego-sentrik, pembosan dan 'low self-esteem' (harga diri yang rendah), sehingga cenderung tidak mensyukuri anugerah Tuhan terhadap pernikahan tersebut.
o Konflik yang tidak terselesaikan dengan baik dan menciptakan sistem komunikasi yang makin memburuk.
o Kehidupan rohani yang tidak sehat, sehingga naik turunnya perasaan yang menentukan tingkah lakunya.
o Tidak mempunyai teman bersekutu untuk membagi perasaan.
Dampak:
-------
o Tidak memiliki gairah dalam kehidupan, menurunnya semangat kerja dan keinginan untuk lebih banyak di luar rumah.
o Berkembangnya pikiran yang negatif terhadap pasangannya, sehingga menutup kesempatan-kesempatan untuk berubah dan bertumbuh sebagai pribadi dewasa yang diperkenan Allah (sistem memberikan label pada pasangannya, misalkan: pribadi yang brengsek, dsb.).
o Sengaja membawa diri ke dalam pencobaan dengan memakai kata-kata yang memancing pasangannya untuk berbuat dosa.
Perspektif Alkitab:
-------------------
o Kebiasaan bertengkar tidak diperkenan oleh Allah. (Amsal 27:15).
o Tidak mengkomunikasikan melainkan mereka-reka yang jahat dalam hati. (Amsal 18:1-2; 15:4; 14:1)
o Memberikan reaksi sebelum mendengar dengan benar, adalah satu kebodohan. (Amsal 15:23; 18:13; 25:11)
o Tuhan memanggil orang percaya untuk dapat menguasai dirinya. (Amsal 16:32; 25:28)
Prinsip Bimbingan:
------------------
o Menolong klien untuk mengerti tujuan yang indah dari pernikahan yang ditetapkan Allah, sehingga tidak membiarkan diri terjerat dalam kebiasaan yang merusak atau merugikan.
o Menolong klien menyadari kelemahan emosinya dan menemukan strategi untuk mengontrol dirinya.
o Menolong klien untuk belajar berkomunikasi dengan pasangannya dalam pola dialogis (bisa menerima dan menghargai perbedaan dan keunikan masing-masing dan belajar membedakan antara yang primer dan sekunder)
o Menolong klien untuk menanggalkan kebiasaan dan keinginan untuk mengubah pasangannya.
*TIPS **-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-* TIPS*
-*- KONSELING KELUARGA -*-
Alkitab mengajarkan bahwa Allah telah membentuk kita untuk hidup saling berhubungan satu dengan yang lain. Oleh karena itu tidak ada satu masalah pun yang tidak mempengaruhi keluarga dan yang tidak dipengaruhi oleh keluarga. Saat mengetahui bahwa masalah-masalah yang tidak terungkapkan dipengaruhi oleh dinamika keluarga secara serius, maka konselor harus mencoba untuk melibatkan para anggota keluarga dalam proses konseling. Beberapa garis besar untuk melakukan hal tersebut:
* Mempersiapkan konselee
------------------------
Pertama-tama konselor perlu mempersiapkan orang yang akan dikonseling. Konselee kadang takut jika permasalahannya diketahui oleh keluarganya. Oleh karena itu, sebelum konselor melibatkan orang lain, dia harus terlebih dulu mendapat ijin dari konselee.
* Ciptakan sekutu
-----------------
Saat mendekati anggota keluarga dari konselee, konselor dapat mencoba menciptakan persekutuan yang konstruktif dengan anggota keluarga yang mungkin menjadi sumber permasalahan konselee. Mintalah pihak ketiga (keluarga konselee) untuk bersama-sama dengan konselor mencari tahu bagaimana memahami konselee. Dengan demikian, anggota keluarga akan menjadi sekutu konselor dan akan memberikan kerja samanya dengan baik untuk menolong konselee.
* Gunakan rasa takut/ancaman dengan tepat
-----------------------------------------
Bila permasalahan konselee cukup serius dan keluarganya menolak untuk datang mengikuti konseling (menolong), maka konselor perlu membuat ancaman yang masuk akal untuk menegaskan seriusnya permasalahan. Tujuannya adalah supaya keluarga konselee mau memberikan kerjasamanya untuk menolong konselee keluar dari permasalahannya.
TIGA PERINGATAN
Saat mulai terlibat dalam permasalahan keluarga, konselor perlu waspada terhadap tiga bahaya:
* Sabotase
----------
Karena keluarga telah membangun satu pola tertentu dalam meresponi masalah yang dihadapi, maka mereka ragu-ragu untuk mengubah sistem interaksi yang ada, meskipun hal itu menyebabkan salah seorang anggota keluarganya menderita stress berat. Jika konselor terlalu memaksa keluarga itu untuk berubah, maka mereka cenderung akan melakukan sabotase terhadap proses penyembuhan yang sedang dijalaninya. Oleh karena itu jangan terlalu cepat menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang menantang atau terlalu cepat menyarankan perubahan.
* Kolusi
--------
Konselor perlu hati-hati berasumsi tentang keluarga konselee yang selalu sependapat. Jika semua anggota sependapat terhadap masalah yang sedang dihadapi, belum berarti mereka pasti benar. Kadang-kadang keluarga terlalu mudah ditipu dan percaya pada orang-orang sebelumnya telah berusaha menolong masalah konselee.
* Masalah segitiga (triangling)
-------------------------------
Hindari masalah "segitiga", yaitu ketika konselor dan konselee bersama mencoba menyelesaikan masalah dari pihak ketiga (misalnya:"Bisakah anda menolong suami saya agar berhenti dari kecanduannya minum-minuman keras?"). Jika konselor mencoba menyelesaikan masalah pihak ketiga atas permintaan konselee, tentu saja pihak ketiga akan bereaksi melawan, karena sepertinya konselor membuat gang dengan konselee untuk melawannya. Hal itu biasanya menciptakan konflik yang lebih parah lagi.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih atas Komentar yang anda berikan,,
Semoga dapat menjadi motivasi bagi kami penulis atau pengelola agar lebih baik...
( Maaf Komentar yang berisikan kata tidak senonoh/tidak sopan/mengandung unsur sara tidak dapat kami tampilkan)